Taufik Ismail
Matahari bagai berenang
Nyaris tenggelam meninggalkan malam
Di suatu tempat di lautan
Di Barat sana
Bagai sebuah terompah yang pijar,
Terompah kuda yang pijar
Dicelup di ember apar
Kurasakan percikan panas
Dan dengar
Ketika bola api itu
Sepenuhnya tenggelam
Abad XV
Langit menawarkan garis-garis cahaya
Engkau mungkin seperti jamaknya
Cuma
Menduga-duga
Mungin ada pelangi seperempat lingkaran
Dan sekawanan unggas beterbangan di bawahnya
Mungkin ada langit bersih
Dan bertaburan gugusan awan
Mungkin ada pergeseran angin
Yang menyimpan rencana
Dan deretan badai berlapis
Kini
Terdengar siulnya
Mungkin tak ada kemungkinan lain
Kecuali
Fajar yang pecah
Bertebaran bagai merjan
Merjan bagai permata
Permata bagai cahaya
Cahaya di atas cahaya
Cahaya di atas cahaya
Cahaya yang melepaskan bumi dari kelam
Cahaya yang menggabrak kelam habis-habisan
Abad XV
Subuh itu
Beratus juta orang berwudhu
Dengan air dan cuaca belahan dunia Utara
Dengan air dan cuaca belahan dunia Selatan
Dengan air dan cuaca bumi Tropika
Inilah
Subuh pertama abad XV
Dengar
Ratusan juta mengangkatkan takbir
Allahu Akbar
Dengarlah
Ratusan juta pernapasan melapazkan ikrar
Inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati
Illahi robbil 'alamin
Dengar
Ratusan juta kening menggesek bumi
Menggesek bumi
Ratusan juta kening
Dengar
Ratusan juta manusia membaca do'a
Do'a wanita hamil
Do'a orang pincang
Do'a kaum dhuafa
Do'a orang-orang yang madzlum
Ud'uni astajib lakum
Do'a itu akan seluruhnya akan dikabulkan-Nya
Yakin!
Seperti akan terkabulnya
Terbit fajar sesudah subuh pertama
Subuh awal abad XV
Sekarang tersingkap
Hari pertama
Awal abad ini
Alhamdulillah
Beratus juta kini kita bertebaran di atas bumi
Ada yang melata, ada yang beringsut
Ada yang merangkak, ada yang berlari
Ada yang berkendaraan
Ada yang searah, ada yang menyilang
Ada yang melayang, ada yang tertindih, ada yang pipih
Ratusan juta
Kita bertebaran di muka bumi pagi ini
Ada mesin mendesing, debu berkepulan
Ada waktu yang melesat kencang
Udara berpindah tempat
Dan bertukar nama menjadi angin
Angin melaju kencang
Dan breganti nama menjadi badai
Cuaca mendaki
Sementara kita mencoba
Merumuskan kembali
Makna dan cara
Menjadi khalifah di atas bumi
Sementara
Ketaqwaan beratus juta
Dicoba
Senantiasa diuji dan dicoba
Sementara tauhid
Tauhid dan beratus juta orang
Dicoba
Lalu diintai dan disergap
Di setiap tikungan jalan
Tauhid kita
Dicoba
Diintai dan disergap
Wamakaru wamakarallah
Wallahu khoirul maakiriin
Tidak ada henti-hentinya
Tak ada habis-habisnya
Dengar!
Dengar ini!
Ada panggilan
Yang diserukan itu
Semerdu-merdu panggilan
Dari lintang Barat sampai Lintang Timur
Saling jawab-menjawab
Tak habis bersahutan
Sepanjang hari
Dan
Alhamdulillah
Ratusan juta masih tersungkur
Menggesekkan kening mereka ke bumi
Merauk
Seperangkat tulang di atas hamparan sajadah
Sajadah yang alangkah panjangnya terbentang
Dari kuburan sampai ke tebing
Dari kaki buaian
Sampai ke tepi kuburan
Beratus juta buaian
Beratus juta kuburan
Abad XV
Abad yang makin dekat dengan hari akhirat
Abad yang menagih tugas khilafah semakin berat
Abad yang minta warna ketaqwaan semakin pekat
Abad yang rindu tak terkata
Pada nama
Muhammad
Pada suatu sore di hari ini
Ketika matahari
Antara nampak dan hilang
Diantara pelepah dan gugus daunan
Kersik beterbangan
Debu menyapu jalanan
Menembus deretan pepohonan
Aku tengadah
Menyidik cuaca dan langit
Di atas sana
Ada beberapa gugus awan
Bagai kapas cabik-cabik
Tergantung beraturan
Ada sekumpulan unggas
Putih badan dan sayapnya
Terbang ke arah kiblat
Dalam formasi segitiga
Kau dengar bukan?
Empat kelepakan sayap mereka yang pertama
Bersuara
Subhanallah
Dan lima ayunan sayap berikutnya
Menggumamkan
Alhamdulillah
Dan tujuh gelombang sayap sesudah itu
Menggetarkan
Laa ilaaha illallah
Kemudian lima gerakan
Lima kelepakan sayap sesudah itu
Membisikkan
Allahu Akbar
Simaklah
Gerakan kawanan unggas di atas itu
Yang tak putus-putusnya berdzikir
Yang tak habis-habisnya mengingat Allah
Dan
Mereka terbang dengan formasi yang begitu cantik
Dengan formasi yang begitu cantik
Teratur
Berdisiplin
Serta jelas arahnya
Melayang dengan tenang ke arah kiblat
Dan tepat
Pada bilangan yang kesembilan puluh sembilan
Mereka menghilang ke dalam awan
Kemudian
Masuklah maghrib
Dan ada kumandang
Semerdu-meru kumandang
Dari garis lintang Barat sampai lintang Timur
Saling jawab-menjawab
Tak habis bersahutan
Dan
Alhamdulillah
Ratusan juta masih ingat
Untuk tersungkur
Menggesekkan kening mereka
Ke bumi
Menaruh seperangkat persendian tulang
Di atas hamparan sajadah
Sajadah yang alangkah panjang terhampar
Dari kaki buaian
Sampai ke tepi kuburan
Beratus juta buaian
Beratus juta kuburan
Abad XV
Abad yang makin dekat
Pada hari akhirat
Abad yang rindunya tak terkata-kata
Pada nama Muhammad
Abad yang minta warna ketaqwaan
Semakin lama semakin pekat
Abad
Yang menagih tugas khilafah
Semakin berat
Disampaikan pada Acara Pedati (Percakapan Cendekiawan Tentang Islam) 1985, sekarang namanya KISPI (Kuliah Informal Sosial Politik Islam)
2 comments:
bahasa adalah jiwa...
hmmm bagus jg...
Wah...basori kok bisa tahu alamat blog ini?
semangat di hari Sabtu..
ada di tv ga?
Post a Comment