Bahasa yang digunakan oleh wartawan dinamakan bahasa pers atau bahasa jurnalistik. Bahasa pers ialah salah satu ragam bahasa. Bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu: singkat, padat, sederhana, lancer, jelas, lugas, dan menarik.
Akan tetapi, jangan dilupakan, bahasa jurnalistik harus didasarkan pada bahasa baku. Dia tidak dapat menganggap sepi kaidah-kaidah tata bahasa. Begitu juga, dia harus memperhatikan ejaan yang benar. Akhirnya dalam kosakata, bahasa jurnalistik mengikuti perkembangan dalam masyarakat.
Dr. Yus Badudu, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia, mengatakan bahwa bahasa surat kabar harus singkat, padat, sederhana, jelas, lugas, tetapi selalu menarik. Sifat-sifat itu harus dipenuhi oleh bahasa surat kabar mengingat bahwa surat kabar dibaca oleh lapisan-lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Mengingat bahwa orang tidak harus menghabiskan waktunya hanya dengan membaca surat kabar. Harus lugas, tetapi jelas, agar mudah dipahami. Orang tidak perlu mengulang-ulang apa yang dibacanya karena ketidakjelasan bahasa yang digunakan dalam surat kabar itu.
Bahasa baku digunakan dalam situasi resmi baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Misalnya, bahasa yang digunakan dalam ceramah, pelajaran, diskusi, memimpin rapat, dan sebagainya (lisan). Bahasa yang digunakan pula dalam surat-menyurat resmi, menulis laporan resmi, menulis laporan resmi, buku, skripsi, disertasi, menulis undang-undang, dan sebagainya (tulisan). Demikian juga bahasa koran dan majalah, bahasa siaran televisi dan radio, haruslah baku, agar dapat dipahami oleh orang yang membaca dan mendengarnya di seluruh negeri.
Apabila dikatakan bahasa jurnalistik harus mengindahkan kaidah-kaidah tata bahasa, maka apa artinya bagi wartawan? Ia harus tahu pokok aturan bahasa Indonesia.
Beberapa Patokan dalam Menulis
Pengarang Ernest Hemingway memenangkan hadiah Pulitzer dan Nobel di waktu mudanya ketika menjadi wartawan surat kabar Kansas City Star. Di sana ia diberi pelajaran tentang prinsip-prinsip penulisan berita. Pelajaran itu baik sekali dijadikan pedoman oleh wartawan Indonesia, baik dia bekerja pada kantor berita, surat kabar, majalah, radio, atau televisi. Prinsip yang diajarkan kepada Hemingway ialah:
- Gunakan kalimat-kalimat pendek
Bahasa ialah alat menyampaikan cipta dan informasi. Bahasa diperlukan untuk komunikasi. Wartawan perlu ingat supaya apa yang disampaikannya pada khalayak (audience) betul-betul dapat dimengerti orang. Jika tidak, gagallah wartawan tersebut karena ia tidak komunikatif. Salah satu caranya, ia harus berusaha menjauhi penggunaan kata-kata ilmiah. Atau bila terpaksa, ia harus menjelaskan terlebih dulu arti kata-kata tersebut. Ia harus menjauhi kata-kata bahasa asing.
- Gunakan bahasa biasa yang mudah dipahami orang
Khalayak media massa yakni pembaca suratkabar, pendengar radio, penonton televisi terdiri dari aneka ragam manusia dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang berbeda-beda, dengan minat perhatian, daya tangkap, serta kebiasaan yang berbeda-beda pula. Mencapai khalayak yang aneka ragam demikian dengan berhasil merupakan masalah yang berat bagi wartawan. Bagaimana caranya supaya sedapat mungkin bertemu? Injo Beng Goat, Pemimpin Redaksi harian Keng Po di Jakarta tahun 1950-an mempunyai semacam rumus. Ia berkata, jika ia hendak menulis tajuk rencana, yang dibayangkan di depan matanya ialah pembaca yang pukul rata pendidikan sederhana, katakanlah tamat SMP. Dengan patokan demikian, ia berusaha menulis sesederhana dan sejernih mungkin.
- Gunakan bahasa sederhana dan jernih pengutarannya
Kalimat bahasa Indonesia bersahaja sifatnya. Ia terdiri dari kata pokok atau subyek (S), kata sebutan (P), dan kata tujuan (O). kalimat majemuk merupakan sebuah pemborosan. Dengan menggunakan kalimat majemuk, pengutaraan pikiran kita mudah terpeleset menjadi berbelit-belit dan bertele-tele. Wartawan sebaiknya menjauhkan diri dari kesukaan memakai kalimat majemuk karena bisa mengakibatkan tulisannya menjadi woolly alias tidak terang.
- Gunakan bahasa tanpa kalimat majemuk
Membuat berita menjadi hidup dan bergaya ialah sebuah persyaratan yang dituntut dari wartawan. Berita demikian lebih menarik dibaca. Kalimat pasif jarang dipakai, walaupun ada kalanya dia dapat menimbulkan kesan kuat.
- Gunakan bahasa dengan kalimat aktif, bukan pasif
Wartawan muda seringkali suka terhanyut menulis dengan mengulangi makna yang sama dalam berbagai kata. Ini dapat dipahami, apalagi jika dia hendak berkecimpung dalam dunia lirik dan puisi. Dia mengira dengan demikian tulisannya menjadi lebih indah. Misalnya dia menulis kalimat berikut: “Siapa nyana, siapa kira, siapa sangka hati Bobby hancur-luluh, runtuh-berderai karena gadis jelita elok rupawan si manis Yatie”. Bahasa jurnalistik tidak menghajatkan hal demikian, karena kata-kata yang dipakai harus efisien dan seperlunya saja. Kembang-kembang bahasa harus dihindarkan. Bahasa jurnalistik harus hemat dengan kata-kata.
- Gunakan bahasa padat dan kuat
Kembali kepada pengarang Ernest Hemingway. Ia mengemukakan sebuah prinsip lain dalam penulisan berita. Kita bisa menulis umpamanya kalimat berikut: “Wartawan Sondang Meliala tidak menghendaki penataran wartawan olahraga”. Kalimat ini secara teknis dinamakan berbentuk negatif (lihat perkataan “tidak menghendaki”). Akan tetapi dengan arti yang persis sama, kita bisa pula menulis: “Wartawan Sondang Meliala menolak penataran wartawan olahraga”. Kalimat ini dinamakan berbentuk positif (perkataan “menolak” positif sifatnya dibandingkan dengan perkataan “tidak menghendaki” yang mengandung perkataan “tidak” dan karena itu bersifat negatif). Manakala di antara kedua kalimat tadi yang kita pilih? Hemingway menasihatkan supaya sedapat-dapatnya kita menulis dalam bentuk kalimat positif.
- Gunakan bahasa positif, bukan negatif
Demikianlah secara selayang pandang diberikan tadi suatu gambaran ikhtisar atau “overview” tentang bahasa jurnalistik Indonesia. Definisinya diberikan, sifat-sifat khasnya dicirikan, yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik. Pendasarannya ditunjukkan yaitu harus berdasar bahasa baku. Pokok-pokok aturan tata bahasa Indonesia tidak boleh diabaikannya. Ejaan baru ditaatinya. Dalam pertumbuhan kosakata dia mengikuti dan mencerminkan perkembangan masyarakat. Semua ini baru pengantar belaka. Anda bacalah terus cerita tentang bahasa jurnalistik ini di halaman-halaman berikutnya.
No comments:
Post a Comment