Ya Allah… tadi aku hampir pingsan! Alhamdulillahirabbil’alamiin… ada Nyo-Nyo yang bersedia menolong. Thanks Nyo! Jasamu tak akan kulupakan. Jadi, begini ceritanya… eng..ing..eng…
Hari ini, actually dari kemarin sih, darah di ovariumku meluruh sehingga dinding rahim mengeras dan terjadilah kram perut yakni meregangnya otot-otot di sekitar rahim. Tapi, kemarin darahnya yang meluruh, hari ini reaksi kramnya. Tak terperi dengan kata-kata deh. Bukan! Bukan karena enak, tapi sakiiit banget!
Hmm… gimana ya? Kalau digambarin itu rasanya seperti cutter berkilat diiris secara perlahan-lahan ke perut. Perlahan dan perlahan… Nah, sakitnya kayak gitu tuh… Mantab kan? Dan ini selalu terjadi setiap bulan, setiap tahun, dan seterusnya hingga nanti. That’s why, wanita disebut sebagai makhluk perkasa. Bukan... bukan seperti yang pernah dikatakan Dipo bahwa wanita punya buah dada dan vagina, tapi karena wanita memiliki rahim yang dengannya ia mengemban amanah untuk menjadi seorang ibu yang penuh kasih sayang. Pantaslah jika ibu itu penuh cinta, wong selama hidupnya ditempa sakit yang begitu rupa. Can’t imagine, bagaimana jika melahirkan bayi yah? Apalagi jika tidak didampingi sama suami. Wah.. wah... Ok, back to topic!
Well, biasanya sakit perutnya tidak seperti ini. Sakit sih sakit. Tapi, bukan pakai cutter, biasanya pakai silet (loh, apa bedanya sakit juga toh?) tapi kan nggak parah. Nah, pas saya naik kereta jurusan Jakarta-Bogor jam 11.00 WIB, tidak ada satu orangpun (baca: laki-laki) yang memberikan tempat duduk untuk saya (hal seperti ini memang sudah biasa di angkutan umum Indonesia).
Di saat-saat itulah, kejadian itu muncul. Entah kenapa? Sakit di perut saya benar-benar menggila. Lebih dari sekedar cutter atau silet. Rasanya perut saya diiris-iris golok, ditinju, dan isinya diaduk-aduk (horor banget!). Banget! Sakit banget! Yang terjadi selanjutnya ialah dengkul saya melemas, otot saya mengendur, dan tungkai menjadi lunglai. Karenanya, saya harus berpegangan di tiang-tiang kereta api (biasanya nggak loh!). Kemudian, mata saya mulai meredup. Suara-suara tiba-tiba hilang. Senyap. Saat itu udara terasa dingin sekali. Laksana berada di kutub selatan tanpa jaket tebal. Padahal, saya berangkat di siang hari dengan cuaca panas. Saya tahu pada saat itu ada sesuatu yang tidak beres akan terjadi. Dan entah mengapa, saya merasa saya akan pingsan.
Seketika saya membaca istighfar sebanyak-banyaknya. Astaghfirullahaladziiim! Saya berdoa agar Allah memberikan kekuatan agar sampai di tempat tujuan dengan selamat. Tapi, apa yang terjadi? Otot saya bertambah kendur. Suara-suara tidak terdengar. Dan yang lebih parah, penglihatan saya menjadi kabur. Tadinya, saya dapat melihat bentuk dengan jelas. Namun, lama-kelamaan berubah menjadi mozaik-mozaik yang terbang tak beraturan hingga menjadi siluet yang berpendar di sekitar saya.
Sontak, saya berpegangan pada teman saya. Alhamdulillah! Ketika itu, saya bersama teman. Kalau tidak, saya mau pegangan sama siapa? Nyo-Nyo langsung melotot memandang saya dan berkata …. (saya tidak tahu teman saya berkata apa, segalanya terlihat buram dan blur). Saya hapal betul lototannya karena begitu dekat dengan mata saya. Saya kemudian berkata, “Nyo, kayaknya gue mau pingsan deh!”. Anehnya, saya tidak dapat mendengar suara saya sendiri.
Alhamdulillah! Seorang bapak yang duduk memberikan tempat duduknya untuk saya (makasih banyak Pak!) dan segera saja saya duduk. Alhamdulillah selalu, tukang jualan minuman lewat. Segeralah saya membeli air mineral ukuran gelas untuk menyegarkan pikiran. Dan tiba-tiba pendar-pendar itu bersatu kembali. Membentuk titik… garis… kotak… bangun… dan terciptalah ruang. Saya pun dapat mendengar suara saya kembali. Suara pertama yang saya dengar ialah suara Nyo-Nyo itu. “Tau gak Put? Lo tuh pucat banget tadi!”.
Pucat banget… Seperti Harry Potter yang terkena ciuman dementor. Rasanya saat itu malaikat Izrail sedang berada dekat saya. Entah menarik ubun-ubun siapa?
Ps. Penderitaan belum berakhir, karena saya harus lompat dari kereta api dan menyusuri rel untuk mencapai kampus. Kereta api mogok!
No comments:
Post a Comment