Puisi ini saya dengar saat perlombaan yel-yel kantor di Taman Wiladatika kemarin. Hanya satu bidang yang menampilkan atraksi puisi. Lainnya? Standar. Menyanyi diiringi tepuk tangan.
Muslim Modern oleh Mustofa Bisri
Kaum muslimin pun modern
Lihat, mereka berwudhu dengan tisu basah berparfum
Berjumpalitan di kantor dengan tak lupa shalat tahiyyatul kantor
Imam dan Khatibnya cukup televisi 50 inci
tak memerlukan uang transport atau gaji
Kaum muslimin pun modern
Lihat, mereka mendapatkan jodoh
melalui komputer biro jodoh
Dan mereka kawin via telepon
dengan penghulu tape-recorder
dan mas kawin kartu kredit
Mereka berkomunikasi jarak jauh
dengan bahasa-bahasa yang saling menyentuh
Mereka tak lagi berbeda pendapat
karena berbeda pendapat menghabiskan energi
dan tidak praktis sama sekali
Mereka menggantinya dengan kebencian dan permusuhan
toh senjata-senjata mutakhir siap dipergunakan
mulai caci maki tajam hingga rudal-rudal kejam
Kaum muslimin pun modern
Bukan, bahkan agaknya sejak lama sekali
Mereka sendiri sudah merupakan robot-robot sejati
ps. Let's identify ourself! *Ambil kaca besar-besar dan bercermin lama-lama*
Thursday, September 22, 2011
Sunday, September 4, 2011
Doa
oleh Ajip Rosidi
Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?
Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik,
setelah menghalaukan panas payah terik
Angin malam menghembus lemah, menyejuk badan, melambung
rasa menanyang pikir, membawa angan ke bawah kursimu.
Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya.
Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap-malam menyirak kelopak
Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan cahayamu, biar bersinar mataku sendu, biar berbinar gelakku rayu!
Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?
Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik,
setelah menghalaukan panas payah terik
Angin malam menghembus lemah, menyejuk badan, melambung
rasa menanyang pikir, membawa angan ke bawah kursimu.
Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya.
Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap-malam menyirak kelopak
Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan cahayamu, biar bersinar mataku sendu, biar berbinar gelakku rayu!
Friday, September 2, 2011
Kata Mutiara
Orang berilmu dan beradab tidak akan diam
di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti
dari kerabat dan kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa
setelah lelah berjuang
Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak
kan keruh menggenang
Singa jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa
Anak panah jika tidak tinggalkan busur
tak akan kena sasaran
Jika matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam
Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang
Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali
dari tambang
Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa
jika di dalam hutan
Imam Syafii
(767-820 M)
*Imam Syafii adalah ahli hukum Islam yang meninggal di Mesir pada tahun 819 Masehi. Dia berguru kepada Imam Malik di Madinah dan pemikirannya dikenal luas dengan Madzhab Syafii.
**Kata mutiara ini dikutip dari Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti
dari kerabat dan kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa
setelah lelah berjuang
Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak
kan keruh menggenang
Singa jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa
Anak panah jika tidak tinggalkan busur
tak akan kena sasaran
Jika matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam
Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang
Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali
dari tambang
Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa
jika di dalam hutan
Imam Syafii
(767-820 M)
*Imam Syafii adalah ahli hukum Islam yang meninggal di Mesir pada tahun 819 Masehi. Dia berguru kepada Imam Malik di Madinah dan pemikirannya dikenal luas dengan Madzhab Syafii.
**Kata mutiara ini dikutip dari Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
Subscribe to:
Posts (Atom)