Wednesday, November 26, 2008

Temans...

karena banyak teman-teman saya yang mengetahui blog ini, i think i must change my blog..

hhh.. padahal saya sayang sekali sama blog ini!

kenapa mesti pindah?

1. Blog ini sangat personal..
2. Blog saya diperuntukkan bagi orang-orang yang beruntung menemukannya
3. Actually, saya senang membagi cerita dan hikmah yang saya temukan di antara kepingan mozaik yang terserak, tapi... dengan identitas yang tidak diketahui (hehe..)

Terakhir, kalau saya cerita tentang "the secret" jadi nggak seru lagi deh, hehe..

So, wanna know my new blog?

Keep searching!

Bonne chance..

Kalau beruntung, pasti ketemu!

Monday, November 17, 2008

Bingung...

Antara:

- Jadi MC (belum tentu) di pertemuan walikota seluruh Indonesia
- Ke Fasilkom untuk Pelatihan Jurnalistik
- Kumpul outline
- Wawancara Yellow Spot
- Membersihkan rumah
- Ke salon buat perawatan (hehe..)

Pilih yang mana ya?

Sunday, November 16, 2008

Makan Gado-Gado, Parenya Banyak!

Kemarin, saya benar-benar jadi muslim yang amat rugi. Karena kemarin lebih buruk dari kemarinnya lagi. Pertama, laptop saya kena virus KML.. (lupa namanya) yang mengakibatkan data-data hilang dan harus di-install ulang. Kabarnya, virus ini juga menyerang seluruh komputer di lab Jurusan Metalurgi. Canggih juga ini virus!

Selanjutnya, saya ketinggalan shalat dhuha gara-gara keasyikan beres-beres rumah. Ketika sadar... Jam 11.20? yah.. Dhuha pun lewat sudah!

Berikutnya, saya tidak ikut krida SUMA. Well, every friday we held Krida, semacam rapat rutin yang membahas program SUMA ke depan. Rencananya, saya datang krida untuk menjelaskan Suharti (SUMA Pelatihan Jurnalistik, minjem ya Bu namanya, hehe..) Riset dan Marketing serta memberikan SUMA of the Month. Tapi, rencana tak berjalan sesuai harapan. Karena, saya malah menonton pertandingan futsal antara FISIP vs FIB. Dalam rancangan otak saya, sehabis melihat teman-teman FISIP bertanding, saya akan segera Krida. FISIP tanding jam 16.00-18.00, sehabis itu saya bisa kabur ke Pusgiwa.

Tapi, hujan turun begitu saja. rintik-rintik dulu sih! Dan, kami, para suporter, mesti pindah ke FE which is ada pertandingan voli putri antara FISIP vs Teknik. Menunggulah kami sekaligus memberi semangat bagi anak-anak FISIP. Sayangnya, semangat yang diberikan malah membuat surut. FISIP mesti kalah dari Teknik dengan skor yang beda tipis.

Selesai voli, futsal pun beraksi. Berharap menang, namun hasilnya kebalikan. FISIP kalah dari FIB dengan skor 10-5. Payah! Gol paling keren saya rasa tendangan salto anak FIB no.9, selebihnya, hmm... only penalti!

Terakhir, payung pink baru yang saya beli dan sangat lucu hilang! (hix..hix..) Sia-sia Rp.20 ribu. Sudah saya cari, tetap saja tidak ketemu. Harga yang lumayan karena melalaikan amanah. Suasana sudah chaos pula. Pasrahlah jadinya. Buat yang menemukan payung itu saya kasih coklat deh (mission impossible banget!)

Bahkan.. di pertandingan tersebut saya bertemu Dipo, padahal, sebelumnya dia ada di sekret SUMA, dan saya sudah sembunyi-sembunyi agar tak ketahuan (heu..). Tahu-tahu? Whew, kok ada di samping ya?

Rasanya seperti makan gado-gado, tapi kebanyakan pare!

Tuesday, November 11, 2008

Pelatihan Jurnalistik Episode 2

Ini adalah materi pelatihan jurnalistik yang saya berikan untuk teman-teman redaksi Yellow Spot. Saya ambil dari Bahasa Jurnalistik dan Komposisi-nya Rosihan Anwar dengan sedikit perubahan.

Bahasa yang digunakan oleh wartawan dinamakan bahasa pers atau bahasa jurnalistik. Bahasa pers ialah salah satu ragam bahasa. Bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu: singkat, padat, sederhana, lancer, jelas, lugas, dan menarik.

Akan tetapi, jangan dilupakan, bahasa jurnalistik harus didasarkan pada bahasa baku. Dia tidak dapat menganggap sepi kaidah-kaidah tata bahasa. Begitu juga, dia harus memperhatikan ejaan yang benar. Akhirnya dalam kosakata, bahasa jurnalistik mengikuti perkembangan dalam masyarakat.

Dr. Yus Badudu, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia, mengatakan bahwa bahasa surat kabar harus singkat, padat, sederhana, jelas, lugas, tetapi selalu menarik. Sifat-sifat itu harus dipenuhi oleh bahasa surat kabar mengingat bahwa surat kabar dibaca oleh lapisan-lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Mengingat bahwa orang tidak harus menghabiskan waktunya hanya dengan membaca surat kabar. Harus lugas, tetapi jelas, agar mudah dipahami. Orang tidak perlu mengulang-ulang apa yang dibacanya karena ketidakjelasan bahasa yang digunakan dalam surat kabar itu.

Bahasa baku digunakan dalam situasi resmi baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Misalnya, bahasa yang digunakan dalam ceramah, pelajaran, diskusi, memimpin rapat, dan sebagainya (lisan). Bahasa yang digunakan pula dalam surat-menyurat resmi, menulis laporan resmi, menulis laporan resmi, buku, skripsi, disertasi, menulis undang-undang, dan sebagainya (tulisan). Demikian juga bahasa koran dan majalah, bahasa siaran televisi dan radio, haruslah baku, agar dapat dipahami oleh orang yang membaca dan mendengarnya di seluruh negeri.

Apabila dikatakan bahasa jurnalistik harus mengindahkan kaidah-kaidah tata bahasa, maka apa artinya bagi wartawan? Ia harus tahu pokok aturan bahasa Indonesia.

Beberapa Patokan dalam Menulis

Pengarang Ernest Hemingway memenangkan hadiah Pulitzer dan Nobel di waktu mudanya ketika menjadi wartawan surat kabar Kansas City Star. Di sana ia diberi pelajaran tentang prinsip-prinsip penulisan berita. Pelajaran itu baik sekali dijadikan pedoman oleh wartawan Indonesia, baik dia bekerja pada kantor berita, surat kabar, majalah, radio, atau televisi. Prinsip yang diajarkan kepada Hemingway ialah:

  1. Gunakan kalimat-kalimat pendek

Bahasa ialah alat menyampaikan cipta dan informasi. Bahasa diperlukan untuk komunikasi. Wartawan perlu ingat supaya apa yang disampaikannya pada khalayak (audience) betul-betul dapat dimengerti orang. Jika tidak, gagallah wartawan tersebut karena ia tidak komunikatif. Salah satu caranya, ia harus berusaha menjauhi penggunaan kata-kata ilmiah. Atau bila terpaksa, ia harus menjelaskan terlebih dulu arti kata-kata tersebut. Ia harus menjauhi kata-kata bahasa asing.

  1. Gunakan bahasa biasa yang mudah dipahami orang

Khalayak media massa yakni pembaca suratkabar, pendengar radio, penonton televisi terdiri dari aneka ragam manusia dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang berbeda-beda, dengan minat perhatian, daya tangkap, serta kebiasaan yang berbeda-beda pula. Mencapai khalayak yang aneka ragam demikian dengan berhasil merupakan masalah yang berat bagi wartawan. Bagaimana caranya supaya sedapat mungkin bertemu? Injo Beng Goat, Pemimpin Redaksi harian Keng Po di Jakarta tahun 1950-an mempunyai semacam rumus. Ia berkata, jika ia hendak menulis tajuk rencana, yang dibayangkan di depan matanya ialah pembaca yang pukul rata pendidikan sederhana, katakanlah tamat SMP. Dengan patokan demikian, ia berusaha menulis sesederhana dan sejernih mungkin.

  1. Gunakan bahasa sederhana dan jernih pengutarannya

Kalimat bahasa Indonesia bersahaja sifatnya. Ia terdiri dari kata pokok atau subyek (S), kata sebutan (P), dan kata tujuan (O). kalimat majemuk merupakan sebuah pemborosan. Dengan menggunakan kalimat majemuk, pengutaraan pikiran kita mudah terpeleset menjadi berbelit-belit dan bertele-tele. Wartawan sebaiknya menjauhkan diri dari kesukaan memakai kalimat majemuk karena bisa mengakibatkan tulisannya menjadi woolly alias tidak terang.

  1. Gunakan bahasa tanpa kalimat majemuk

Membuat berita menjadi hidup dan bergaya ialah sebuah persyaratan yang dituntut dari wartawan. Berita demikian lebih menarik dibaca. Kalimat pasif jarang dipakai, walaupun ada kalanya dia dapat menimbulkan kesan kuat.

  1. Gunakan bahasa dengan kalimat aktif, bukan pasif

Wartawan muda seringkali suka terhanyut menulis dengan mengulangi makna yang sama dalam berbagai kata. Ini dapat dipahami, apalagi jika dia hendak berkecimpung dalam dunia lirik dan puisi. Dia mengira dengan demikian tulisannya menjadi lebih indah. Misalnya dia menulis kalimat berikut: “Siapa nyana, siapa kira, siapa sangka hati Bobby hancur-luluh, runtuh-berderai karena gadis jelita elok rupawan si manis Yatie”. Bahasa jurnalistik tidak menghajatkan hal demikian, karena kata-kata yang dipakai harus efisien dan seperlunya saja. Kembang-kembang bahasa harus dihindarkan. Bahasa jurnalistik harus hemat dengan kata-kata.

  1. Gunakan bahasa padat dan kuat

Kembali kepada pengarang Ernest Hemingway. Ia mengemukakan sebuah prinsip lain dalam penulisan berita. Kita bisa menulis umpamanya kalimat berikut: “Wartawan Sondang Meliala tidak menghendaki penataran wartawan olahraga”. Kalimat ini secara teknis dinamakan berbentuk negatif (lihat perkataan “tidak menghendaki”). Akan tetapi dengan arti yang persis sama, kita bisa pula menulis: “Wartawan Sondang Meliala menolak penataran wartawan olahraga”. Kalimat ini dinamakan berbentuk positif (perkataan “menolak” positif sifatnya dibandingkan dengan perkataan “tidak menghendaki” yang mengandung perkataan “tidak” dan karena itu bersifat negatif). Manakala di antara kedua kalimat tadi yang kita pilih? Hemingway menasihatkan supaya sedapat-dapatnya kita menulis dalam bentuk kalimat positif.

  1. Gunakan bahasa positif, bukan negatif

Demikianlah secara selayang pandang diberikan tadi suatu gambaran ikhtisar atau “overview” tentang bahasa jurnalistik Indonesia. Definisinya diberikan, sifat-sifat khasnya dicirikan, yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik. Pendasarannya ditunjukkan yaitu harus berdasar bahasa baku. Pokok-pokok aturan tata bahasa Indonesia tidak boleh diabaikannya. Ejaan baru ditaatinya. Dalam pertumbuhan kosakata dia mengikuti dan mencerminkan perkembangan masyarakat. Semua ini baru pengantar belaka. Anda bacalah terus cerita tentang bahasa jurnalistik ini di halaman-halaman berikutnya.


Friday, November 7, 2008

Katakan Pada Masalah yang Besar, Aku Punya ALLAH yang Maha Besar!

Untuk Allah
Karena Allah
Demi Allah
Hanya pada Allah

Dan gapai ridho Allah.. :)

Semangat!

Karena cinta sejati terkucur dari peluh yang gugur...

Wednesday, November 5, 2008

Satu Lagi: Kenangan Gila di Kampus!

Kutumbaba...kutumbaba...kutumbaba...nguk-nguk!
Kutumbaba...kutumbaba...kutumbaba...nguk-nguk!

Senin, 3 November 2008

Hier, saya ikut lomba OIM (Olimpiade Ilmiah Mahasiswa) UI di FIB. Saya ikut OIM Kuis, jika bingung bayangkan saja Kuis Siapa Berani-nya Helmi Yahya. Peserta diminta yel-yel kemudian dari babak pertama dipilih satu orang untuk mewakili kelompok itu menuju babak selanjutnya.

Saya tidak berhasil maju mewakili FISIP. Tapi, bukan proses lombanya yang ingin saya ceritakan. Ini tentang kostum dan yel-yel.

Dresscode pakaian untuk OIM telah kami sepakati: glamour, hedon, norak, lebay! (Ya Allah..FISIP banget yak?)

Tibalah hari pertarungan. Lombanya diselenggarakan di FIB Gd. IV, ruangnya saya lupa. Kami, kontingen FISIP, berjalan dari FISIP ke FIB (ya iyalah, mana mungkin naik ojek kalau dengan mengesot masih bisa ditempuh?) untuk ikut lomba, lebih tepatnya menunjukkan yel-yel kami.

Oh ya, kami punya prinsip: menang nggak menang, yang penting yel-yel (nyanyikan dengan irama lagu PERSIJA)

Minggu, 2 November 2008 pukul 22.00 via sms

Ami: Qt kumpul di BEM FISIP jm 10.30, kostum glamour, hedon, heboh
Saya: ok!

Acara pencarian baju pun dimulai..

rok merah + baju hitam = kurang heboh
rok bunga-bunga ala pantai + baju putih = kurang heboh juga
baju + rok pink = mmm... masih kurang

aha! i found it! tapi, apa iya besok mau pakai baju ini?

Senin, 3 November 2008 jam 10.30

Koordinator kuis: "Sudah siap kawan? Let's go!"
Peserta kuis: "Siap, yuk mari!"

Sepanjang jalan... aduh, kok rasa malunya tumbuh sekarang ya?

Well, hari itu saya pakai baju warna pink dangdut, biru norak, dan silver. Masih belum kebayang? Oke, motifnya bunga-bunga! sudah kebayang? Baju itu actually milik mama. Saya berhasil menemukannya di antara gantungan-gantungan baju unik mama yang masih ada.

Jilbabnya tentu tak kalah bersinar. Shocking pink kotak-kotak akan menyolok mata siapapun yang melihatnya selama 10 menit. Ditambah korsace mawar silver, gelang batu-batu bertumpuk, dan kacamata hitam besar ala tukang pijit. Whew!

Untung saja saya mengenakan rok hitam sebagai penyeimbang. Kalau tidak? Aduhai.. saya akan pura-pura sakit perut sedang PMS dan kabur pulang meski kereta mogok dan hujan mengguyur Depok.

Rombongan kami bertambah lengkap dengan teman-teman yang tak kalah heboh dandanannya. Ada yang bergaya koboi, Munja (Mulan Jameela), 80's style, chinese, bling-bling cling-cling, dan sebagainya.

Persis arakan ondel-ondel kami berjalan menuju FIB. Sepanjang jalan mahasiswa tak berkomentar. Mereka hanya membuka tiga per empat mulutnya disertai tatapan tak berkedip satu menit (lebay!)

Alhamdulillah, kami harus mengubah prinsip! Kami menang dan maju ke babak final. Patrya mewakili prinsip kami selanjutnya: Menang dan menang yang penting yel-yel..

Dan, usaha kami tak sia-sia. We were awarded the best yel-yel based on choreography, creativity, and harmony. Kalau kami tak dapat penghargaan atas yel-yel, saya rasa tim panitia perlu dipertanyakan kepekaannya karena tidak menyadari keindahan yel-yel kami.

Yel-yel kami bukanlah pornografi, bukan pula pornoaksi, tapi najisnya bukan main, ampun deh!

jika mau tahu gerakannya seperti apa? bayangkan saja Laskar Pelangi menari ala suku Afrika ditambah dengan gerakan Indonesian Idol serta terong mentah. Untung Input (sang koreografer) tidak memberikan sentuhan dangdut di sana... Fiuh, macam mana jadinya?

Ps. Di tengah jalan dari FISIP menuju FIB, saya bertemu Rangga. Dia sedang asyik menelepon. Ketika mata kami bertemu, dia hanya melongo tanpa meninggalkan sepatah kata pun. Dan esok harinya di suatu syuro, "Saya melihat seorang akhwat...(bla-bla-bla..)" Mati deh!

Ps2. Saya kira tidak akan ada yang mengenali saya, ternyata ada satu orang anak SUMA muncul di sana dan melihat saya ber 'kutumbaba' ria, Rabbi...

Ps3. Kabarnya, yel-yel kami divideokan dan dimasukkan ke Youtube, just wait and see... (baca: pasrah!)

Paham!

Dua puluh menit yang lalu, saya ikut kuis "The Brain Game" di Facebook (social network macam Friendster, MySpace, Plurk, dsb.)

Hasilnya (untuk saya) sungguh mengejutkan. Ternyata, saya adalah tipe:

1. Pengguna otak kiri, biasanya karakter orang ini analitis, rasional, dan obyektif
2. Introvert, orang yang cenderung tertutup dan tidak terlalu terpengaruh dengan faktor lingkungan
3. Saya berpikir layaknya pria, bukan wanita. Ini ditandai dengan panjangnya jari manis dibanding telunjuk. Dampaknya berimbas pada hormon testosteron yang berlebih dan memengaruhi cara berpikir serta bertindak

Agak mencengangkan karena setiap saya tes psikologi (baik EQ atau IQ), hasilnya adalah:

1. Saya tipe pengguna otak kanan sehingga lebih cocok berada di ranah sosial
2. Ekstrovert, bahkan terlalu! Sanguinis murni adalah nama lain saya
3. Belum pernah mencoba tes berpikir dengan otak pria atau wanita, jadi kurang tahu!

Tapi, saya rasa tes ini ada benarnya. Teman-teman saya selalu mengeluhkan ketidakpekaan dan ketidaksensitifan saya akan masalah baru. Now, i find the answer! Saya cenderung berpikir dengan otak pria plus karakter saya yang low-context (tidak bisa basa-basi). Imbasnya, saya jadi kurang peka, cuek, dan tidak cepat tanggap. Rasanya harus banyak belajar dari ACT nih!

Lalu, introvert dan otak kiri? Hmm...