Tuesday, December 30, 2008

Commemorating Palestinian People

puisi ini dipajang di Gedung PBB, namun PBB tak dapat bertindak lebih lanjut dengan kebrutalan Israel di Gaza..

The children of Adam are limbs of each other
Having been created of one essence
When the calamity of time afflicts one limb
The other limbs cannot remain at rest
If you has no sympathy for the troubles of others
You are unworthy to be called by the name of a man


-Saadi-

Saturday, December 27, 2008

Review Seminar Pra Nikah Bersama Salim A. Fillah

Tulisan ini diperuntukkan buat Kakak Anis, Dara, Anggi, teman-teman satu band, sama teman-teman yang memesan catatan saya jauh-jauh hari, ini dia review-nya..

Hari Kamis, 4 Desember 2008, Auditorium Gd. B (benar nggak ya?) Lantai 4 Psikologi UI dipadati wanita yang ingin menyaksikan seminar pranikah. Acara yang dibawakan oleh penulis buku Barakallahu Laka tersebut mendapat respon yang luar biasa dari peserta. Pada kegiatan tersebut, Salim A. Fillah bercerita mengenai persiapan yang dilakukan sebelum menikah.

Sebuah kesalahan besar, kata Mas Salim (selanjutnya akan dipanggil Mas Salim), jika kita menggantungkan diri kita kepada seseorang. Padahal belum tentu ia saleh selamanya.

Mas Salim kemudian menceritakan seorang akhwat yang menikah dengan seorang ikhwan. Akhwat ini sangat berharap setelah menikah nanti, suaminya yang seorang ikhwan akan membimbingnya ke arah yang lebih baik. Tapi, apa yang didapat? Akhwat ini melihat kenyataan bahwa suaminya tak pernah punya waktu untuk shalat berjamaah di rumah, jangankan berjamaah, shalat shubuh pun kesiangan. Akhwat yang berharap dapat mengaji bersama-sama sang suami di rumah ternyata tak menemukan impiannya menjadi nyata. Sebab, sang ikhwan membaca Al-Qur'an dengan terbata-bata. Suami yang disangka sangat romantis berubah menjadi tak peduli.

Apa yang salah?

Yang salah ialah kita--dalam konteks di atas adalah akhwat tadi--menggantungkan harapannya kepada ikhwan tersebut. Dalam angannya, ketika ia menikah, ia akan mendapati imam yang membimbingnya dengan lembut, suami yang romantis, serta teman yang dapat diajak berlomba mengejar kebaikan. Seharusnya ia hanya berharap pada Allah, bukan pada manusia. Sebab, menggantungkan harap pada manusia hanya akan menimbulkan kekecewaan.

Wa laa taziru wa zirotuwwizra ukhra... (maaf, saya lupa ini ayat dalam surat apa?). Dosa setiap orang akan ditanggung orang itu sendiri. Karenanya, untuk menikah dibutuhkan beberapa persiapan:

1. Persiapan ruhiyah
Persiapan ruhiyah yang disertai dengan syukur dan sabar amatlah penting. Kita harus bersiap untuk sabar dan bersiap untuk syukur. Karena itu, doa dalam pernikahan ialah "Barokallahu laka wa baraka 'alaika wa jama'a bainakuma fii khair"
Barokallahu laka = berkah atas kalian berdua = berkah yang dimaksud adalah berkah kebahagiaan
Wa baraka 'alaika = dan berkah pula atas kalian berdua = berkah yang dimaksud adalah berkah kekecewaan
Wa jama'a bainakuma fii khair = dan mengumpulkan berkah tersebut tetap dalam kebaikan

2. Persiapan ilmiah
Persiapan ilmiah di sini ialah persiapan akan ilmu. Kadang-kadang manusia suka melakukan kesalahan. Bukan karena satu orang bermaksud jahat, tapi karena pasangan yang menikah tidak tahu tentang ilmu atau fikih nikah.

Mas Salim memberikan contoh tentang sepasang suami istri yang bercerai hanya karena istrinya tidak mau berhubungan dengan suaminya di bulan Ramadhan. Alasannya, si istri takut masuk angin karena harus mandi sebelum subuh. Akhirnya, sang suami menceraikannya (ya ampun, sepele sekali bukan?). Padahal, jika si istri tahu bahwa mandi wajib berbeda dengan mandi junub, mungkin sang suami tak akan menceraikannya dan tak menikah lagi dengan orang lain.

Selain itu, kata Mas Salim, persiapan ilmu dalam pernikahan ialah ilmu komunikasi. Bahkan, di bangku perkuliahan, saya hanya mendapatkan ilmu dalam membina hubungan hanya beberapa minggu. Referensi dari Mas Salim ialah Men From Mars and Women from Venus, serta buku-buku sejenis itu.

Penyebab pertengakaran suami dan istri lebih pada kegagalan dalam membangun komunikasi. Pria, ketika menghadapi masalah, cenderung tertutup. Kaum adam ini merasa sangat lemah jika harus meminta bantuan dalam masalahnya, apalagi meminta bantuan dari istrinya. Sementara, wanita ketika menghadapi masalah (termasuk saya nih), selalu ingin membagi masalah tersebut.

3. Persiapan Ijtima'iyah (sosial)
Kita haruslah tanggap dalam bidang sosial

4. Persiapan ma'iyah (ekonomi)
Jadilah penanggungjawab finansial yang dahsyat! ustad Siddiq Amin pernah bilang, "Jangan mau nikah dengan mas kawin seperangkat alat sholat, tanggung!". "Harusnya, sama tempat sholatnya sekalian (masjid)". Sepakat!

5. Persiapan jasadiyah
Mulai dari sekarang, konsumi makanan yang baik karena kita adalah generasi pembangun peradaban.

Ini adalah pertanyaan yang diajukan untuk Mas Salim:
- Apa perbedaan antara tergesa-gesa dan segera untuk menikah?
Segera untuk menikah ialah bila ia membuat persiapan dan terus meningkatkannya dengan lebih baik. Ia juga memiliki komitmen untuk mempersiapkan dan memperbaiki diri. Sementara tergesa-gesa adalah kebalikannya.

- Bagaimana jika menikah dengan orang yang tidak terlalu saleh?
Jika kita menikah dengan orang yang tidak terlalu saleh itu adalah sebuah pilihan. Tapi, pilihlah yang terbaik. Kita juga tidak mungkin dapat memastikan membawanya pada kebaikan. Menurut Mas Salim, hal ini boros energi. Lebih baik energi itu digunakan untuk mendidik anak-anak kelak.

- Apa bedanya antara merasa cocok dan menggantungkan diri pada seseorang?
Itu terdapat pada niatnya. Ada berbagai macam kecocokan. Ada yang seperti air dan api sehingga menjadi saling melengkapi. Ada pula seperti dua sungai yang bertemu dan menciptakan satu aliran. Ada lagi seperti air dan angin, jika dipadukan dapat menghasilkan badai yang dahsyat (loh? kok badai?)

Saya teringat perkataan Habiburrahman El Shirazy dalam Ketika Cinta Berbuah Surga. He said:

"Carilah seorang teman yang baik, yang akan membantumu untuk menjadi orang baik. Teman sejati yang bisa kau ajak bercinta untuk surga. Dia adalah teman sejati yang benar-benar mau berteman denganmu, bukan karena derajatmu, tetapi karena kemurnian cinta itu sendiri, yang tercipta dari keikhlasan hati. Dia mencintaimu karena Allah. Dengan dasar itu, kau pun bisa mencintainya dengan penuh keikhlasan; karena Allah. Kekuatan cinta tersebut akan melahirkan kekuatan dahsyat yang membawa manfaat dan kebaikan. Kekuatan cinta itu juga akan bersinar dan membawa kalian masuk ke surga."

Bisa nggak ya dapat teman seperti itu? Wish it's not just a fool of hope!

Thursday, December 25, 2008

SUMA...

Dulu, saat masih kelas 3 SMA, saya mendapatkan nasihat yang ditulis kakak BTA..

"Hargailah setiap titik kejadian karena di dalamnya ada suka, duka, cinta, benci, dan lain-lain.."


Dan sekarang semua hal di SUMA menjadi berharga. Tiga tahun bukan waktu yang singkat untuk terus bertahan di organisasi. Di FSI hanya setahun, dakwah kampus... lumayan sih.. Tapi, saya lebih dulu berkecimpung sama SUMA.

Ketika SMA ada MPK, bahkan sampai sekarang masih ikut dengan acara-acaranya, lima tahun lebih saya jalani. Tapi rasanya sungguh beda.. Mungkin organisasi yang ingin kita masuki karena keinginan yang besar lebih bernilai dibanding yang dijerumuskan ya?

Napak tilas di SUMA sedikit..

Ketika tahu di UI ada pers kampus, saya langsung memutuskan untuk gabung sama SUMA. Bahkan, saya tanya sama admin milisnya kapan SUMA buka pendaftaran. Ketika itu, sedang sibuk-sibuknya Prasar. Tapi, saya nggak mau impian saya lepas begitu saja. Jadilah, saya mendaftar meski Prasar menggila. Setelah tes, saya pasrah. Iqbal (pewawancara saya ketika itu) bilang kalau nilai tes saya paling kecil, nilai tugasnya sih lumayan. Terus, ketika ditanya bisa nginep apa nggak? Saya bilang nggak. Bisa pulang paling malam jam berapa? Saya bilang jam 8. Hanya saya yang jawabannya kayak gitu di antara para pendaftar. Pasrah deh!

Habis itu, saya sholat istikhoroh. Saya bilang sama Allah, "Kalau SUMA memang baik untuk kehidupan saya, agama saya, maka berikanlah ia untuk saya, tapi bila tidak, gantilah saya dengan yang lebih baik dari itu."

Sms pada tanggal 2 Desember 2005 pukul 1:27 pagi membuat saya merasa lega.

"PO OR SUMA:SELAMAT! Km tlh lolos dlm sleksi anggt br SUMA UI XV.WJB dtg pd plthn jrnlalistik @ aula styaningrum pusgiwa,sbt&mgu 10&11 des jm9 TEPAT-15.30.Trmksh"

Alhamdulillah, saya diterima (makasih buat panitia yang sudah percaya sama kemampuan saya). Dan masih berlanjut hari ini, hingga jadi alumni.

Senang rasanya bisa melepaskan amanah dengan baik. Tapi, sedih bila membayangkan Pusgiwa dan teman-teman SUMA yang aneh namun menyenangkan. Di SUMA, saya belajar me-manage
media dengan baik. Menulis ala jurnalistik dan membangun opini publik. Pelajaran penting untuk mimpi dan cita-cita saya nantinya.

Buat saya, SUMA itu seperti pelangi, warna-warnanya selalu menyisakan ruang di hati.

Semoga kita semua dapat meraih impian kita masing-masing..

kau teramat berarti
istimewa di hati
selamanya rasa ini
bila tua nanti, kita tlah hidup masing-masing
ingatlah hari ini...

(Project Pop)

ps. Kalau saya punya anak, salah satunya akan saya kasih nama Suara Mahasiswa (tentunya dengan versi keren!), dan yang lain adalah.. Embun dan Yellow Spot (bahkan, nama kerennya sudah saya pikirkan..hoho)
.

Tuesday, December 23, 2008

Harapan...

Sudah dua amanah selesai dipertanggungjawabkan. Alhamdulillah, keduanya diterima dengan baik. Tinggal satu amanah. Ini yang paling penting. Media dakwah kampus. Saya benar-benar berharap Yellow Spot dapat terbit bulan ini. Ini pun telah molor satu bulan. Dengan tulisan rubrik yang ala kadarnya.

Apakah menurut mereka media tak penting? Apakah buletin ini tak ada gunanya? Kalau begitu, bubarkan saja! Untuk apa?

Tadinya, buletin ini diperuntukkan untuk meningkatkan kultur ilmiah. Islamisasi ilmu pengetahuan. Dan, saya masih berharap. Buletin ini akan seperti itu. Melawan kekufuran dalam ilmu pengetahuan. Biarkan kami menerawang pemikiran Ibnu Khaldun, menerobos pemahaman Avicena, dan mengenali Hasan Al-Banna.

Bolehkah?

Bung Karno, Proklamator Republik Indonesia, pernah berkata:

"Yang terpenting bagi seseorang adalah terus dan selalu mengerjakan sebaik mungkin segala sesutua yang ia anggap benar. Apa dan bagaimanapun hasil akhir dari pekerjaan itu, serahkanlah pada Tuhan. Mungkin tercapai 100%, mungkin setengah tercapai, mungkin pula tidak tercapai sesuai keinginanmu. Itu tidak penting. Engkau harus yakin bahwa telah mengerjakan sebaik-baiknya, dengan demikian engkau tak akan menyesal, dan percayalah bahwa setiap keputusan Tuhan adalah yang terbaik bagimu."

Saya percaya media ini ditangani oleh tim terbaik, dengan sejumlah orang handal di dalamnya. Pemimpin terbaik dari masing-masing fakultas. Kali ini, saya meminta tolong. Tolong teman-teman, terbitkan buletin ini untuk terakhir kalinya, di periode kepengurusan kita! Setelah itu, biarkan Allah yang menilai..

Jazakumullah..!

the history will be replayed
the renaissance of Islam..


ps. Terimakasih buat teman-teman ARC yang mengerti kondisi dan amanah saya...

Thursday, December 18, 2008

La La La La Bekhab...

Sepertinya sudah genap tiga bulan (mungkin lebih) janji saya untuk memberikan arti puisi Iran "La La La La Bekhab..."

Masih penasaran?

Daripada dibawa sampai mati, hii..nggak mau nanggung ah..

This is the meaning..

La la la la tidurlah...
Dunia amatlah kikir
Sedikit sekali manusia yang diingatnya
Hanya org yang senyumannya tenggelam di dalam tidurku
Dan satu lagi orang yang matanya selalu bercahaya di dalam tidurku


alors, khabehae rangi bebinid! :)

Friday, December 12, 2008

Mendarat di Bulan

Bila bola kita hanya
bukan cahaya,
kehendak kita paling mula
hanya gerhana.
Beranikah kita mendarat di atas impian semata?

-May Swenson-

let's dream..!

Tuesday, December 2, 2008

Sedih

Hari ini...

Ibunda dari teman saya meninggal. Teman biasa, teman di kampus perjuangan. Sosoknya pun biasa. Tak terlalu menonjol di kalangan mahasiswa. Hanya staf di Badan Eksekutif Mahasiswa, bukan Ketua ataupun Staf Ahli. Saya jarang berbincang-bincang dengannya. Hanya tersenyum dan mengucap salam kala bertemu.

Hari itu..


Saya naik KRL Pakuan AC Express tujuan Bogor dengan harapan sampai tepat waktu di kampus. Langkah saya yang lebar-lebar dibalap seorang lelaki ketika berjalan di Balik Hutan. Berkaus biru dan bercelana bahan yang dilipat sedikit di bagian tumit kaki. Tas ransel coklat di bahu serta kacamata dengan gagang hitam menggantung di mukanya. Saya tengah berlari kecil saat itu. Maklum, jam menunjukkan pukul 10.40, saya telat 10 menit.

Dan ia melintas di hadapan saya. Tanpa satu teguran, salam, atau sesungging senyum. Wajahnya terlihat sendu, tak seperti biasa. Pandangannya melihat tanah. Guratan di mukanya menampakkan kesedihan. Tap! Mukanya menengadah! Saya mencoba menyapa. "Assa..." Terputus. Salam yang tak lengkap. Ia menghilang di balik tubuh mahasiswa yang berjalan. Cepat sekali langkahnya. Tatapan kuyu dan tubuh yang layu. Bahkan tak ada sinar di matanya. Hmm.. sejak kapan ia jadi tertutup? Ataukah ia ghadhul bashar*? (gak segitunya kali..)

Tadinya, keluarga teman saya ini berada dalam keadaan sangat berkecukupan. Karena suatu sebab, harta mereka habis. Semua benda di rumahnya terjual tak tersisa. Bahkan kadang, kami harus memberikan beras untuknya agar keluarganya dapat melangsungkan rutinitas sehari-hari. Adiknya berada di Medan, masih kecil. Baru memulai 1 SMP. Teman saya anak pertama. Karenanya, dialah yang harus menanggung beban keluarga di pundaknya yang ringkih. Ayahnya sakit, tak bisa bekerja. Ibunya harus merawat ayahnya. Untuk meneruskan kuliah, kami selalu berupaya menolong agar ia tak sampai putus arang seperti Lintang.

Status mahasiswa tentu tak akan dapat pekerjaan dengan gaji tinggi. Banyak orang berkata, "Belum lulus, bisa apa kamu?" Ia pun hanya mengandalkan pekerjaan sebagai guru les. Tentu saja tak cukup. Dan kami, saudaranya di jalan dakwah berusaha mendukungnya meskipun hanya sebongkah doa.

Walau begitu, ia selalu tampak semangat. Senyum selalu menghiasi wajahnya. Nada suaranya ramah dan bersahabat. Tak tampak kekecewaan pada Yang Kuasa. Guyonan segar meluncur begitu saja dengan tawa yang lepas. Setiap saya bertemu dengannya, ia akan memberikan sapaan khasnya. Saya ingat, suatu ketika, acara yang saya dan teman-teman buat defisit. Duh.. Bagaimana membayarnya? Dengan lembut ia berkata, "Ana punya tabungan Rp1,5 juta, ambil saja dulu, untuk balikinnya gampang." Kita semua hanya terdiam melongo. Gampang? "Tentu saja tidak Akhi, jangan, kami akan patungan saja," Ketua acara tersebut menimpali. Subhanallah.. bahkan ia menyodorkan satu-satunya rekening yang ia punya.

Hari ini..

"Assalamu'alaikum. Innalillahi wa inna ilaihi roji'un. Ibu saya telah meninggal dunia di Medan. Mohon doa teman-teman. Terima kasih."

Sms yang masuk ke Huawei begitu mengagetkan saya. Jadi? Hari itu? Kesenduannya? Tatapan sayu? Rabbi.. berikanlah dia kesabaran dan ketabahan dalam menjalani semua takdir ini. Berikanlah kekuatan padanya untuk menjalani hari-harinya. Berikanlah kemudahan dalam segala urusannya.

Semoga amal ibundanya diterima di sisi Allah SWT. Amin.

Karena hati tak selalu lurus
Karena mata tak selalu dalam malu
Karena mulut tak selalu dalam zikir
karena rambut tak selalu tersentuh air wudhu
Karena tangan, kaki, dan seluruh jasad tak selalu berada dalam ketaatan
Karena jiwa tak selalu tertarbiyah
Walau berada dalam lingkaran

*Gadhul bashar
= menundukkan pandangan demi menjaga hati