Sunday, December 25, 2011

Padamu Jua

oleh: Amir Hamzah

Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu

Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu

Satu kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa

Di mana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata merangkai hati

Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap dengan lepas

Nanar aku gila, gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara di balik tirai

Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu - bukan giliranku
Matahari – bukan kawanku

Tuesday, December 20, 2011

Scholar

A hero is not a fix tool
A hero is not a vessel of limited capacity
A hero that is dedicated to pursue the truth cannot be closed minded,and be blocked by biases
Studying is not stubborn
Those with more luxury of knowledge, easily thinks that they are constricted into a narrow world and they tend to become stubborn people
So they relentlessly examine and pursue knowledge
Using the brain which was originally lively and adaptable, and used it to learn the truth.

--Confucius

Sunday, November 20, 2011

Asal-Usul Minangkabau

Menurut waris yang diterima dan cerita turun-menurun, Sultan Iskandar Dzulkarnaen yang kekuasaannya membentang luas dari Barat hingga Timur, suatu masa sampai ke Hindustan. Di sana ia menikah dengan seorang puteri terpandang. Dari pernikahannya, ia dikaruniai tiga orang anak yang masing-masing bergelar Sri Maharajo Alif, Sri Maharajo Dipang, dan Sri Maharajo Dirajo. Setelah beranjak dewasa mereka dititahkan untuk meninggalkan tanah kelahiran. Sri Maharajo Alif berangkat menuju Negeri Rum. Sri Maharajo Dipang berangkat menuju Negeri Cina. Sedangkan paling bungsu, Sri Maharajo Dirajo, berlayar menuju negeri di bagian tenggara yang tidak bernama. Selama pelayaran, mahkota yang ia bawa sempat jatuh di Laut Langkapuri, namun dapat diambil kembali. Dari tengah lautan rombongan itu melihat adanya daratan menonjol sebesar telur itik. Maka ia memutuskan untuk berlabuh.

Orang-orang membuka perkampungan dan memberinya nama Pariangan. Lambat laun surut, daratan bertambah, dan orang-orang pun bertambah banyak. Maka dibukalah kampong kedua, Padang Panjang. Daerah sekitarnya disebut dengan Luhak Tanah Data. Datuak Tantejo Gerhano membuat balairung nan tujuh belas ruang. Di balai itulah hukum pertama bermasyarakat dibuat.

Hukum pertama disebut Simumbang Jatuah. Kedua disebut Sigamak-gamak dan yang ketiga disebut Silamo-lamo.

Partamo banamo simumbang jatuah, hukum jatuah wajib dituruiki, takadia pantang disanggah, walau zalim wajib disambah, hukum putuih parentah jatuah, hukum pancuang paralu putuih, hukum bunuah matilah badan, hukum buang jauhlah diri, hukum buang tinggilah bangkai, tak buliah dibandiang lai. Hukum putuih badan bapancuang, bapanggang kadalam api, dengan sakiro kalahiran, lah banyak mati basabab. Hukum bak rupo mumbang jatuah, bak hujan jatuah kakasiak.

Artinya tidak ada pembelaan untuk dakwaan yang sudah dijatuhkan. Hukum dijatuhkan sesuai dengan tuduhan yang telah dijatuhkan. Walaupun hukuman itu seharusnya tidak jatuh.

Kaduo sigamak-gamak. Kok ado karajo nan dikakok ataupun barang nan dibuek, basicapek nan dahulu, basikuek nan mangabiah, mano nan tampak lah diambiak, mano nan ado dikarajoan, indak dikana awa jo akhia, raso pariso tak ditaruah, asa dapek lah manjadi, sabaiak-baiak pakarajoan, saelok-elok aka budi, hinggo mukaruah maso kini, baitu tasuo ditarambo.

Maksudnya inisiatif dalam setiap kewajiban. Melebihi kemampuan yang ada.

Katigo silamo-lamo. Babana kapangka langan, batareh kaampu kaki, basasi kaujuang tapak, nan kareh makanan takiak, kok lunak makanan sudu, nan pantai batitih, nan lamah makanan rajiah. Kok ado batang nan malintang, dikarek dikabuang-kabuang, diputuih dikuduang tigo. Kok lai dahan nan mahambek dikupak dipatah duo, kok tampak rantiang nan kamangaik disakah dipalituakan, atau runciang nan kamancucuak ditukua dipumpum ujuang. Nan tinggi timpo manimpo, kok nan gadang endan maendan, kok panjang kabek-mangabek, nan laweh soak-manyaok.

Artinya tolong-menolong. Mengatasi kekurangan dan rintangan dengan tolong-menolong. Semua orang mendapatkan bagian yang merata dan sama.

Ketika Sri Maharajo Dirajo digantikan oleh anaknya yang bernama Suri Dirajo, timbul pemikiran bahwa ketiga hukum itu tidak lagi cocok untuk dijalankan sebab banyak orang tidak bersalah terhukum. Banyak masyarakat yang tidak bisa memenuhi kewajiban sosialnya sebagaimana dipaksakan oleh hukum. Dan orang tidak bisa mendapat bagian yang sama dengan kerja yang berbeda. Lalu muncullah hukum baru bernama Tarik Baleh.

Undang-undang tarimo tariak baleh, kok palu babaleh palu, nan tikam babaleh jo tikam, hutang ameh baia jo ameh, hutang padi baia jo padi, hutang kato baia jo kato.

Undang-undang tarik balas. Palu dibalas dengan palu. Tikam dibalas dengan tikam. Hutang emas dibayar emas, hutang padi dibayar padi, hutang kata dibayar kata.

Dari zaman Suri Dirajo hingga Datuak Sri Maharajo hukum it uterus dipakai. Dari perkawinan Datuak Sri Maharajo dengan Puteri Indahjaliah lahirlah dua anak, Sutan Maharajo Basa dan Puteri Jamilan. Tetapi umur Datuak Sri Maharajo tidak panjang. Ia meninggal ketika dua anaknya masih kecil. Puteri Indahjaliah kemudian menikah lagi dengan seorang cerdik pandai, Cati Bilang Pandai. Dari perkawinan ini lahirlah seorang anak benama Sutan Balun.

Penduduk terus berkembang, daerah pun diperluas hingga dibukalah daerah baru di lubuak Ranah Agam yang kemudian dikenal dengan Luhak Agam. Dan diperluas lagi hingga kaki Gunung Sago, karena lima puluh kaum yang pindah ke sana disebut Luhak Limo Puluah Koto. Pada masa itu, masyarakat Minangkabau masih menganut garis keturunan patrilineal, belum matrilineal seperti sekarang.

Ketika menginjak usia dewasa, Sutan Maharajo Basa menggantikan ayahnya yang sudah meninggal. Masa antara ayahnya meninggal sampai ia layak menduduki warisan ayahnya, segala urusan diwalikan kepada Cati Bilang Pandai. Sementara itu, Sutan Balun pun sudah dewasa dan ia mewarisi kecerdasan ayahnya, Cati Bilang Pandai.

Kejahatan semakin banyak seiring meningkatnya jumlah penduduk. Akibat pelaksanaan hukum Tarik Baleh, orang yang mati pun berlipat ganda. Sebab setiap kali ada yang terbunuh sudah pasti yang membunuh harus dibunuh pula. Sutan Balun resah merasa hukum Tarik Baleh tidak lagi sesuai dengan perkembangan yang ada. Ia menyampaikan keresahannya itu kepada Sutan Maharajo Basa. Hal itu membuat Sutan Maharajo Basa sulit untuk bersikap. Dalam hati ia membenarkan pendapat Sutan Balun, tetapi di sisi lain pikiran buruk pun melintas dalam benaknya. Ia takut orang akan takjub pada pemikiran Sutan Balun dan itu bisa mengancam posisinya sebagai daulat tertinggi. Ia menolak dengan keras usul itu. Sutan Balun menyingkir untuk sekian waktu dengan merantau hingga ke Negeri Cina. Sutan Maharajo Basa menyesali perlakuannya pada adik tirinya itu. Tetapi nasi telah menjadi bubur.

Hingga masa berganti, Sutan Balun kembali dari perantauan. Hukum Tarik Baleh masih berlaku. Sutan Maharajo Basa begitu senangnya mendengar berita kembalinya adik satu ibunya itu. Ia mengutus dubalang untuk menjemput Sutan Balun. Malang tidak bisa ditolak, Si Kumbang, anjing milik Sutan Balun menggigit dubalang hingga terluka parah. Rakyat menunggu keadilan dan keberanian Sutan Maharajo Basa untuk menegakkan hukum Tarik Baleh walaupun kepada adik sendiri.

Sutan Maharajo Dirajo gamang, takut untuk kedua kalinya ia akan membuat adiknya sakit hati. Tetapi hukum harus ditegakkan, wibawa raja harus dipertahankan di mata rakyat. Siapapun yang bersalah harus dihukum. Sutan Balun diajukan ke pengadilan. Hukum Tarik Baleh siap dipakai. Sutan Balun tertawa geli, ia punya dalil agar hukum Tarik Baleh wajib diganti. Kalau hukum Tarik Baleh hendak ditegakkan, Sutan Balun tidak pantas untuk didakwa. Yang pantas didakwa adalah Si Kumbang. Kalau Tarik Baleh benar mau ditegakkan maka hukum yang harus dijatuhkan adalah dubalang berhak untuk menggigit Si Kumbang karena Si Kumbang telah menggigit dubalang. Tegaklah hukum Tarik Baleh.

Masalahnya, apakah mungkin dubalang mau menggigit Si Kumbang?

Akhirnya Sutan maharaja Basa sepakat dengan Sutan Balun untuk mengganti Undang-undang Tarik Baleh. Mulai sejak itu muncullah tuah sakato, musyawarah untuk mufakat. Bagian tengah Balairung sari nan tujuh belas ruang dibawa ke Pagarruyuang yang disebut sebagai Balai nan Saruang. Dijadikan sebagai tempat merancang undang-undang baru. Delapan ruang sisa ke kanan dijadikan sebagai tempat berunding. Delapan ruang sisa ke kiri dijadikan sebagai tempat mendengarkan suara rakyat. Musyawarah untuk menentukan undang-undang baru dimulai. Untuk kali pertama, cerdik pandai dan tokoh rakyat dilibatkan.

Sutan Balun berpendapat karena orang ramai yang akan memakai hukum, maka hukum haruslah sesuai dengan keinginan orang banyak. Timbul mufakat, Sutan Balun diangkat menjadi pucuk pimpinan untuk perubahan hukum Tarik Baleh. Pada pertemuan berikutnya yang dihadiri oleh pucuk pimpinan rakyat Luhak nan Tigo, diambil mufakat lagi untuk mentapkan Sutan Balun sebagai pucuk pembuat undang-undang sekaligus menegaskan kembali Sutan Maharajo Dirajo sebagai pucuk pimpinan pemerintahan. Dari dua orang ini kemudian muncul lareh nan duo. Sutan Balun menurunkan Lareh Bodi Caniago dari kata “budi nan curiga” terhadap hukum lama. Sedangkan Sutan Maharajo Dirajo menurunkan Lareh Koto Piliang berasal dari “kato pilihan”. Ketentuan hukum adat itu terus berlaku. Lareh nan duo, luhak nan tigo.

Tugas selanjutnya adalah membuat adat dan lembaganya. Sutan Balun membagi adat menjadi dua bagian. Pertama, adat nan dibuhua mati dan kedua adat nan babuhua sintak. Adat nan dibuhua mati adalah adat yang tidak lekang karena panas dan tidak lapuk karena hujan. Ketentuan adat itu adalah hukum wajib yang harus dijalankan setiap nagari. Sedangkan adat babuhua sintak adalah ragam adat yang dibuat oleh masing-masing nagari sesuai dengan kondisinya masing-masing.

Sebenarnya, bentuk inilah yang menjadi idaman Plato, welfare state.

Disadur dari Negara Kelima karya E.S. Ito

Wednesday, October 19, 2011

Steve Job's Speech: You've Got to Find what You Love!

Saya merasa terhormat berada bersama Anda hari ini, pada hari wisuda Anda di salah satu universitas terbaik di dunia. Saya tidak pernah lulus dari perguruan tinggi (bagaimana kalau lulus ya?--iftirar.). Sejujurnya, ini adalah saat terdekat saya merasakan suasana wisuda. Hari ini saya ingin menyampaikan tiga cerita pengalaman hidup saya. Itu saja. Bukan masalah besar. Hanya tiga cerita.

Cerita pertama adalah tentang menghubungkan titik-titik.

Saya drop out dari Reed College setelah 6 bulan pertama, tetapi kemudian tetap tinggal sebagai drop-in selama 18 bulan atau lebih sebelum saya benar-benar berhenti. Jadi, mengapa saya drop out? Ini dimulai sebelum saya lahir. Ibu kandung saya adalah seorang mahasiswi muda dan belum menikah, dan dia memutuskan untuk memberikan saya kepada seseorang untuk diadopsi. Dia merasa sangat penting bahwa saya harus diadopsi oleh keluarga sarjana, jadi semuanya sudah siap bagi saya untuk diadopsi pada saat lahir oleh seorang pengacara dan istrinya. Kecuali bahwa ketika saya lahir, mereka berubah pikiran pada menit terakhir bahwa mereka ingin bayi perempuan. Maka orang tua angkat saya, yang ada di daftar urut berikutnya mendapatkan telepon di tengah malam yang menanyakan: “Kami memiliki bayi laki-laki yang tak terduga, apakah Anda berminat?” Mereka berkata: “Tentu saja.” Ibu kandung saya, kemudian mengetahui bahwa ibu angkat saya tidak lulus kuliah dan ayah angkat saya tidak lulus SMA. Dia menolak untuk menandatangani surat adopsi akhir. Sikapnya baru melunak beberapa bulan kemudian, ketika orang tua angkat saya berjanji akan menyekolahkan saya sampa perguruan tinggi.

Dan 17 tahun kemudian saya memang pergi ke perguruan tinggi. Tapi saya naif memilih universitas yang hampir sama mahalnya dengan Stanford, sehingga seluruh tabungan “kelas pekerja” orang tua saya habis untuk biaya kuliah saya. Setelah enam bulan, saya tidak bisa melihat nilai di dalamnya. saya tidak tahu apa yang ingin saya lakukan dengan hidup saya dan bagaimana kuliah akan membantu saya menemukannya. Dan di sini saya sudah menghabiskan seluruh tabungan seumur hidup orang tua angkat saya. Jadi saya memutuskan untuk drop out dan percaya bahwa semuanya akan bekerja keluar OK. Saat itu cukup mengerikan, tapi melihat ke belakang itu adalah salah satu keputusan terbaik yang pernah dibuat. Menit pertama saya drop out saya bisa berhenti mengambil kelas-kelas disyaratkan yang tidak menarik minat saya, dan bisa memulai hal-hal baru yang kelihatan menarik.

Memang tidak semuanya romantis. Saya tidak punya kamar kos sehingga harus nebeng tidur di lantai kamar teman-teman, saya mengembalikan botol coca-cola bekas untuk mendapatkan kembalian 5 sen untuk membeli makanan, dan saya akan berjalan 7 mil melintasi kota setiap Minggu malam untuk mendapatkan seporsi makanan yang pantas setiap seminggu sekali di Kuil Hare Krishna. Saya menyukainya. Dan banyak hal yang saya temui saat itu karena mengikuti rasa penasaran dan intuisi, dan ternyata kemudian sangat berharga. Biarkan saya memberi Anda satu contoh:

Reed College pada waktu itu mengajarkan kaligrafi terbaik, mungkin terbaik di negeri ini. Setiap poster, setiap label di laci adalah kaligrafi indah dibuat dengan tangan. Karena sudah drop out dan tidak harus mengambil kelas normal, saya memutuskan untuk mengambil kelas kaligrafi untuk belajar bagaimana membuat kaligrafi (even Steve Jobs studied calligraphy!--iftirar.). Saya belajar tentang huruf serif dan san serif tipografi, tentang memvariasikan jumlah spasi antara kombinasi huruf yang berbeda, tentang apa yang membuat tipografi yang hebat. Itu indah, bersejarah, artistik halus dalam cara yang berbeda dengan sains, dan saya menemukan hal menarik.

Tak pernah dibayangkan sebelumnya bahwa semua hal tersebut akan dipraktekkan dalam hidup saya. Namun sepuluh tahun kemudian, ketika kami mendesain komputer Macintosh yang pertama, semua kembali kepada saya. Dan kami merancang itu semua ke dalam Mac. Ini adalah komputer pertama dengan tipografi yang indah. Seandainya saya tidak Drop out dan mengambil kelas kaligrafi, Mac tidak akan memiliki tipografi ganda atau spasi huruf proporsional. Dan karena Windows menjiplak Mac, kemungkinan bahwa tidak ada komputer pribadi yang akan memilikinya. Seandainya saya tidak Drop Out, saya tidak akan pernah jatuh di kelas kaligrafi ini, dan PC mungkin tidak akan memiliki tipografi yang indah yang mereka buat. Tentu saja mustahil untuk menghubungkan titik-titik itu sewaktu saya masih kuliah. Tapi itu sangat, sangat gamblang setelah sepuluh tahun kemudian.

Sekali lagi, Anda tidak dapat menghubungkan titik-titik jika hanya melihat ke depan, Anda hanya bisa melakukannya dengan merenung ke belakang (that's why i love history--iftirar). Jadi, Anda harus percaya bahwa titik-titik Anda bagaimana pun akan terangkai di masa mendatang. Anda harus percaya pada sesuatu – intuisi, takdir, hidup, karma, apapun. Pendekatan ini tidak pernah mengecewakan saya, dan itu telah membuat semua perbedaan dalam kehidupan saya.

Cerita kedua saya adalah tentang cinta dan kehilangan.

Saya beruntung – saya menemukan apa yang saya sukai sejak masih muda. Woz dan saya memulai Apple di garasi orang tua saya ketika saya berumur 20. Kami bekerja keras dan dalam 10 tahun Apple berkembang dari hanya kami berdua di garasi menjadi perusahaan 2 milyar dolar dengan 4000 karyawan. Kami baru meluncurkan produk terbaik kami – Macintosh – setahun sebelumnya, dan saya baru menginjak usia 30. Dan saya dipecat. Bagaimana mungkin Anda dipecat dari perusahaan yang Anda dirikan? Yah, seperti pertumbuhan Apple, kami merekrut orang yang saya pikir sangat berkompeten untuk menjalankan perusahaan bersama saya, dan untuk tahun pertama, semua berjalan lancar. Tapi kemudian visi kami mengenai masa depan mulai berbeda dan akhirnya kami sulit disatukan. Ketika itu, Dewan Direksi berpihak kepada mereka. Jadi di usia 30 saya keluar. Dilempar keluar. Apa yang menjadi fokus seluruh kehidupan dewasa saya telah hilang, dan itu menghancurkan.

Saya benar-benar tidak tahu apa yang harus lakukan selama beberapa bulan. Saya merasa bahwa saya telah mengecewakan generasi entrepreneur sebelumnya – bahwa saya telah menjatuhkan tongkat seperti yang diturunkan ke saya. Saya bertemu dengan David Packard dan Bob Noyce dan mencoba meminta maaf karena telah mengacaukan begitu buruk. Saya gagal di depan semua orang, dan bahkan berpikir untuk lari dari Silicon Valley. Tapi sesuatu perlahan mulai menyadarkan saya – saya masih menyukai pekerjaan saya (me, in this phase--iftirar). Apa yang terjadi di Apple sedikit pun tidak mengubah hal itu. Saya telah ditolak, namun saya tetap cinta. Jadi saya memutuskan untuk memulai kembali.

Saya belum menyadari pada saat itu, tapi ternyata bahwa dipecat dari Apple adalah kejadian terbaik yang pernah bisa terjadi pada saya. Beban berat sebagai orang sukses tergantikan oleh keleluasaan sebagai pemula lagi, ragu-ragu tentang segalanya. Hal itu mengantarkan saya untuk memasuki salah satu periode paling kreatif dalam hidup saya.

Selama lima tahun berikutnya, saya memulai sebuah perusahaan bernama NeXT, perusahaan lain bernama Pixar, dan jatuh cinta dengan wanita istimewa yang kemudian menjadi istri saya. Pixar bertumbuh menjadi perusahaan yang menciptakan film animasi komputer pertama, Toy Story, dan sekarang merupakan studio animasi paling sukses di dunia. Dalam gilirannya peristiwa luar biasa, Apple membeli NeXT, dan saya kembali ke Apple, dan teknologi yang kami kembangkan di NeXT menjadi jantung bagi kebangkitan kembali Apple. Dan, Laurene dan saya memiliki keluarga yang luar biasa.

Saya cukup yakin semua ini tidak akan terjadi bila saya tidak dipecat dari Apple. Obatnya memang pahit, namun sebagai pasien saya memerlukannya. Terkadang hidup memukul kepala Anda dengan batu bata. Jangan kehilangan keyakinan. Saya yakin bahwa satu-satunya yang membuat saya terus berusaha adalah karena saya menyukai apa yang saya lakukan. Anda harus menemukan apa yang Anda sukai. Benar-benar mencintai pekerjaan anda secara tulus seperti mencintai kekasih anda (ketulusan, mungkin klise dan kasat mata, tapi inilah yang dilihat hati dengan jelas, sejelas cahaya--iftirar). Pekerjaan Anda akan mengisi sebagian besar hidup Anda, dan satu-satunya cara untuk benar-benar puas adalah meyakini bahwa pekerjaan anda adalah pekerjaan besar. Dan satu-satunya cara untuk melakukan pekerjaan besar adalah mencintai apa yang Anda lakukan. Jika Anda belum menemukannya, teruslah mencari. Jangan cepat puas. Karena ini adalah masalah hati, Anda akan tahu bila Anda telah menemukannya. Dan, seperti hubungan yang hebat, akan semakin baik dan lebih baik lagi bersama tahun yang bergulir (saya percaya cinta dan kebahagiaan adalah dua sisi yang hidup berdampingan; di mana ada cinta, di sana ada kebahagiaan. Dan cinta selalu mendatangkan bahagia--iftirar). Jadi, teruslah mencari sampai Anda menemukannya. Jangan cepat puas.

Cerita ketiga saya adalah tentang kematian.

Ketika saya berumur 17, saya membaca ungkapan yang kurang lebih berbunyi: “Jika setiap hari Anda hidup seolah-olah itu adalah hari terakhirmu, maka suatu hari Anda pasti benar” Itu membuat kesan pada saya, dan sejak itu, selama 33 tahun terakhir, saya selalu melihat di cermin setiap pagi dan bertanya kepada diri sendiri: “Bila ini adalah hari terakhir saya, apakah saya ingin melakukan apa yang harus saya lakukan hari ini? ” Dan jika jawabannya berhari-hari adalah “tidak” secara berturut-turut, saya tahu saya perlu mengubah sesuatu.

Mengingat bahwa saya akan segera mati adalah alat yang paling penting yang pernah saya temukan untuk membantu membuat keputusan besar dalam hidup. Karena hampir segala sesuatu – semua harapan eksternal, kebanggaan, takut malu atau gagal – hal-hal ini tidak ada artinya saat menghadapi kematian, meninggalkan hanya apa yang benar-benar penting. Mengingat bahwa Anda akan mati adalah cara terbaik yang saya tahu untuk menghindari jebakan berpikir Anda harus kehilangan sesuatu. Anda sudah telanjang. Tidak ada alasan untuk tidak mengikuti kata hati Anda.

Sekitar setahun yang lalu saya didiagnosis mengidap kanker. Saya menjalani scan pukul 7:30 pagi dan hasilnya jelas menunjukkan saya memiliki tumor pankreas. saya bahkan tidak tahu apa itu pankreas (hahahaha, obviously you are kidding, sir!--iftirar). Para dokter mengatakan kepada saya bahwa hampir pasti jenisnya adalah kanker yang tidak dapat disembuhkan, dan bahwa saya harus mengharapkan hidup tidak lebih dari tiga sampai enam bulan. Dokter menyarankan saya pulang ke rumah dan membereskan semua urusan saya, yang merupakan isyarat dokter untuk mempersiapkan kematian. Ini berarti untuk mencoba memberitahu anak-anak Anda, semua hal – yang sebelumnya Anda pikir akan Anda sampaikan selama 10 tahun ke depan – dalam waktu beberapa bulan. Ini berarti untuk memastikan segalanya akan diatur sehingga akan semudah mungkin bagi keluarga Anda. Ini berarti mengucapkan selamat tinggal.

Saya hidup dengan diagnosa itu sepanjang hari. Malam itu saya dibiopsi, di mana mereka memasukkan endoskop ke tenggorokan saya, melalui perut saya dan ke dalam usus saya, menaruh jarum ke pankreas saya dan mendapat beberapa sel dari tumor. Saya dibius, namun istri saya, yang ada di sana, mengatakan bahwa ketika melihat selnya di bawah mikroskop, para dokter mulai menangis karena ternyata menjadi bentuk yang sangat jarang dari kanker pankreas yang dapat disembuhkan dengan operasi. Saya telah dioperasi dan saya baik-baik saja sekarang.

Ini adalah terdekat saya dengan kematian, dan saya berharap itu yang paling dekat saya dapatkan untuk beberapa dekade lagi. Setelah melalui pengalaman tersebut, sekarang saya bisa mengatakan ini dengan yakin kepada Anda, sedikit lebih daripada ketika kematian hanya murni berguna sebagai konsep intelektual:

Tidak ada orang yang ingin mati. Bahkan orang yang ingin masuk surga pun tidak ingin mati dulu untuk mencapainya. Namun kematian adalah tujuan kita semua. Tidak ada yang bisa mengelak. Dan, memang harus demikian, karena kematian adalah buah terbaik dari kehidupan. Ini adalah agen perubahan dalam kehidupan. Kematian membersihkan yang lama untuk membuka jalan bagi yang baru. Sekarang yang baru adalah Anda, tapi suatu hari tidak terlalu lama dari sekarang, Anda secara bertahap akan menjadi tua dan dibersihkan. Maaf bila terlalu dramatis, tetapi ini sangat benar.

Waktu Anda terbatas, jadi jangan sia-siakan hidup sebagai orang lain. Jangan terperangkap dengan dogma – yaitu hidup dengan hasil pemikiran orang lain. Jangan biarkan suara pendapat orang lain menenggelamkan suara batin Anda sendiri. Dan yang paling penting, miliki keberanian untuk mengikuti hati dan intuisi. Entah bagaimana hati dan intuisi Anda sudah tahu apa yang benar-benar Anda inginkan. Selain itu tidak penting.

Ketika saya masih muda, ada sebuah publikasi yang luar biasa disebut The Whole Earth Catalog, yang merupakan salah satu buku wajib dari generasi saya. Buku itu dibuat oleh seorang bernama Stewart Brand yang tinggal tidak jauh dari sini, di Menlo Park, dan dia membuatnya sedemikian menarik dengan sentuhan puitisnya. Ini adalah akhir 1960-an, sebelum era komputer dan desktop publishing, jadi semuanya dibuat dengan mesin tik, gunting, dan kamera polaroid. Itu seperti Google dalam bentuk kertas, 35 tahun sebelum kelahiran Google: isinya idealis, dan penuh dengan informasi berguna dan ungkapan-ungkapan hebat.

Stewart dan timnya sempat menerbitkan beberapa edisi The Whole Earth Catalog, dan ketika mencapai akhirnya, mereka membuat edisi final. Saat itu pertengahan 1970-an, dan saya masih seusia Anda. Di sampul belakang edisi terakhir itu ada satu foto suasana jalan pedesaan di pagi hari, di mana Anda bisa menumpang kendaraan yang lewat jika Anda tipe petualang. Di bawahnya ada kata-kata: “Stay Hungry Stay Foolish” Itu adalah pesan perpisahan mereka. Stay Hungry. Stay foolish. Dan saya selalu mengharapkan diri saya seperti itu. Dan sekarang, karena Anda akan lulus untuk memulai kehidupan baru, saya juga mendoakan Anda.

Stay Hungry. Stay Foolish.


Teks pidato yang disampaikan oleh Steve Jobs, CEO Apple Computer dan Pixar Animation Studios, pada tanggal 12 Juni 2005.

Wednesday, October 12, 2011

Ksatria, Puteri, Bintang Jatuh, Aurora

Ksatria jatuh cinta pada puteri bungsu dari Kerajaan Bidadari.
Sang Puteri naik ke langit.
Ksatria kebingungan.
Ksatria pintar naik kuda dan bermain pedang,
tapi tidak tahu caranya terbang.
Ksatria keluar dari kastil untuk belajar terbang pada kupu kupu.
Tetapi kupu kupu hanya bisa menempatkannya di pucuk pohon.
Ksatria lalu belajar pada burung gereja.
Burung gereja hanya mampu
mengajarinya sampai ke atas menara.
Ksatria kemudian berguru pada burung elang.
Burung elang hanya mampu membawanya ke puncak gunung.
Tak ada unggas bersayap yang mampu terbang lebih tinggi lagi.
Ksatria sedih, tapi tak putus asa.
Ksatria memohon pada angin.
Angin mengajarinya berkeliling mengitari bumi,
lebih tinggi dari gunung dan awan.
Namun Sang Puteri masih jauh di awang awang,
dan tak ada angin yang mampu menusuk langit.
Ksatria sedih dan kali ini ia putus asa.
Sampai satu malam ada Bintang Jatuh
yang berhenti mendengar tangis dukanya.
Ia menawari Ksatria untuk mampu melesat secepat cahaya.
melesat lebih cepat dari kilat dan setinggi sejuta langit
dijadikan satu.
Namun kalau Ksatria tak mampu mendarat tepat di Puterinya,
maka ia akan mati.
Hancur dalam kecepatan yang membahayakan,
menjadi serbuk yang membedaki langit, dan tamat.
Ksatria setuju. Ia relakan seluruh kepercayaannya pada Bintang Jatuh
menjadi sebuah nyawa.
Dan ia relakan nyawa itu bergantung
hanya pada serpih detik yang mematikan.
Bintang Jatuh menggenggam tangannya.
“Inilah perjalanan sebuah Cinta Sejati,” ia berbisik,
“tutuplah matamu, Ksatria. Katakan untuk berhenti begitu hatimu
merasakan keberadaannya.”
Melesatlah mereka berdua.
Dingin yang tak terhingga serasa merobek hati Ksatria mungil,
namun hangat jiwanya diterangi rasa cinta.
Dan ia merasakannya…."Berhenti!”
Bintang Jatuh melongok ke bawah,
dan ia pun melihat sesosok puteri cantik yang kesepian.
Bersinar bagaikan Orion di tengah kelamnya galaksi.
Ia pun jatuh hati.
Dilepaskannya genggaman itu.
Sewujud nyawa yang terbentuk atas cinta dan percaya.
Ksatria melesat menuju kehancuran.
Sementara Sang Bintang mendarat turun
untuk dapatkan Sang Puteri.
Ksatria yang malang.
Sebagai balasannya, di langit kutub dilukiskan Aurora.
Untuk mengenang kehalusan
dan ketulusan hati Ksatria.

Dicuplik dari Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh oleh Dee Lestari

Saturday, October 1, 2011

Rectoverso

Rectoverso adalah gambar yang saling mengisi antar muka dan depan. Salah satu contoh rectoverso yang bisa kita temui sehari-hari adalah ikon gambar di lembar uang kertas. Misalkan, ada sebuah rectoverso yang secara utuh berupa lingkaran di dalamnya ada lima kelopak, berjajar teratur, dan berpusat pada satu titik tengah.

Di satu sisi kertas, gambar yang dimunculkan adalah lingkaran dengan tiga kelopak. Di sisi lain, adalah gambar lingkaran dengan dua kelopak, yang apabila disatukan dengan sisi baliknya akan menampilkan rectoverso yang utuh, lingkaran dengan lima kelopak yang teratur dan berpusat pada satu titik tengah.

Perspektif kita yang parsial tidak akan melihat bahwa diri kita sebenarnya adalah rectoverso. Terlalu banyak manusia yang menghabiskan seumur hidupnya dalam perasaan hampa, seakan-akan ada sesuatu hilang dari dirinya dan tidak tahu apa. Lalu mereka mencari, dan mencari. Keluar dari inti mereka sendiri, dan kemudian tersesat. Dengan bermacam-macam cara mereka lalu memeras keringat dan otak untuk mendefinisikan “sesuatu” yang hilang itu, yang kebanyakan mereka anggap di “luar” sana.

Manusia memang seolah didesain untuk menunaikan satu misi: mencari tahu asal-usul mereka. Demi kembali merasakan keutuhan itu, yang niscaya akan membuat mereka berhenti merasa kecil dan teralienasi di tengah megahnya jagat raya.

Lalu, bagaimana kalau ternyata apa yang kita kira selama ini sebagai ketidaklengkapan sebenarnya hanya rectoverso belaka? Yang artinya, kita tidak perlu kemana-mana. Yang artinya lagi, untuk merasa utuh kita hanya perlu mengubah perspektif kita. Ketika kita berhasil mengambil jarak dari benih-benih pemecah-belah dalam pikiran kita, maka rectoverso akan tampil. Yang artinya lagi (dan lagi), apa yang kita ingin cari tidak berada di luar sana. Sebaliknya, sangat dekat, tak berjarak. Temukan kenop kita, dan putar. Lihat dengan cara yang lain.

Berhentilah merasa hampa. Berhentilah minta tolong untuk dilengkapi. Berhentilah berteriak-teriak ke sesuatu di luar sana. Berhentilah bertingkah seperti ikan di dalam kolam yang malah mencari-cari air. Apa yang kita butuhkan semuanya sudah tersedia. Tidak ada seorang pun mampu melengkapi apa yang sudah utuh. Tidak ada sesuatu pun dapat mengisi apa yang sudah penuh. Tidak ada satu pun yang dapat berpisah satu sama lain. Tinggal kemauan kita untuk mampu menyadarinya, atau tidak.

Temukan kenop kita, dan putar!

Dikutip dari Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh karya Dee Lestari

Thursday, September 22, 2011

Muslim Modern

Puisi ini saya dengar saat perlombaan yel-yel kantor di Taman Wiladatika kemarin. Hanya satu bidang yang menampilkan atraksi puisi. Lainnya? Standar. Menyanyi diiringi tepuk tangan.

Muslim Modern oleh Mustofa Bisri

Kaum muslimin pun modern
Lihat, mereka berwudhu dengan tisu basah berparfum
Berjumpalitan di kantor dengan tak lupa shalat tahiyyatul kantor
Imam dan Khatibnya cukup televisi 50 inci
tak memerlukan uang transport atau gaji

Kaum muslimin pun modern
Lihat, mereka mendapatkan jodoh
melalui komputer biro jodoh
Dan mereka kawin via telepon
dengan penghulu tape-recorder
dan mas kawin kartu kredit

Mereka berkomunikasi jarak jauh
dengan bahasa-bahasa yang saling menyentuh
Mereka tak lagi berbeda pendapat
karena berbeda pendapat menghabiskan energi
dan tidak praktis sama sekali
Mereka menggantinya dengan kebencian dan permusuhan
toh senjata-senjata mutakhir siap dipergunakan
mulai caci maki tajam hingga rudal-rudal kejam

Kaum muslimin pun modern
Bukan, bahkan agaknya sejak lama sekali
Mereka sendiri sudah merupakan robot-robot sejati

ps. Let's identify ourself! *Ambil kaca besar-besar dan bercermin lama-lama*

Sunday, September 4, 2011

Doa

oleh Ajip Rosidi

Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?
Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik,
setelah menghalaukan panas payah terik
Angin malam menghembus lemah, menyejuk badan, melambung
rasa menanyang pikir, membawa angan ke bawah kursimu.
Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya.
Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap-malam menyirak kelopak
Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan cahayamu, biar bersinar mataku sendu, biar berbinar gelakku rayu!

Friday, September 2, 2011

Kata Mutiara

Orang berilmu dan beradab tidak akan diam
di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti
dari kerabat dan kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa
setelah lelah berjuang

Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak
kan keruh menggenang

Singa jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa
Anak panah jika tidak tinggalkan busur
tak akan kena sasaran

Jika matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam
Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang

Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali
dari tambang
Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa
jika di dalam hutan

Imam Syafii
(767-820 M)


*Imam Syafii adalah ahli hukum Islam yang meninggal di Mesir pada tahun 819 Masehi. Dia berguru kepada Imam Malik di Madinah dan pemikirannya dikenal luas dengan Madzhab Syafii.

**Kata mutiara ini dikutip dari Negeri 5 Menara karya A. Fuadi

Saturday, August 27, 2011

Ular dan Kabut

Oleh Ajip Rosidi (1972)

Di suatu tempat
Entah dimana, di dunia
Seorang menunggumu, berdoa
Seperti doa yang biasa engkau ucapkan sehabis shalat
Pada suatu saat, entah apabila, di dunia
Seseorang merindukanmu, berjaga-jaga
Seperti malam-malammu yang berlalu sangat lambat
Seseorang menunggu, merindu, berjaga dan berdoa
Seperti engkau, selalu…


ps. Seems i missed lailatul qadr

Sunday, August 21, 2011

Ramadhan dan Semangat Kemerdekaan

Di bawah ini adalah tulisan yang diperuntukkan untuk sebuah lembaga keilmuan. Saya membuatnya kemarin malam sehabis tarawih dari jam 22.00-01.00 wib. Meski perjalanan tulisan ini agak tersendat karena komputer saya entah mengapa hang terus-menerus, Alhamdulillah tugas ini bisa diselesaikan tepat waktu dengan ditemani alunan merdu Margie Segers dan obrolan ringan dari partner in whatsapp, Dipo.

Teman, saat ini kita sudah memasuki sepuluh malam terakhir. Ayo semangat tingkatkan ibadah! Semoga tahun ini kita mendapat lailatul qadr. Aamiiin.


Oh ya, kata-kata dari Mohammad Iqbal ini adalah one of my fave quotes

“The sign of a kafir is that he is lost in horizon, while the sign of a mukmin is that the horizon lost in him”
-Mohammad Iqbal-

Akhirnya, saya ucapkan selamat membaca dan MERDEKA! :D

Ramadhan dan Semangat Kemerdekaan

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Mulia
Yang mengajar (manusia) dengan pena
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.

Ia bingung. Gemetar. Takut. Tak tahu harus berkata apa.
Malaikat datang padanya dengan membawa sehelai lembaran seraya berkata, “Bacalah!”
“Saya tak dapat membaca,” katanya. Malaikat pun memeluknya dengan keras. Ia sesak. Napasnya tersengal-sengal.
Malaikat kembali menyodorkan lembarannya, “Bacalah!”
“Apa yang harus saya baca?” tanya pria berusia 40 tahun itu.
Untuk kedua kalinya, malaikat memeluknya. Napasnya kembali sesak. Setelah beberapa saat, malaikat melepaskan pelukan dan berkata “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Tuhanmulah yang Maha Mulia.”

Dialah Muhammad saw. Penutup para nabi dan rasul. Manusia yang ditunjuk Allah untuk membawa umatnya dari kebodohan menuju jalan terang-benderang. Muhammad, dengan sejumlah wahyu dan sifat kenabian mengajak seluruh masyarat untuk melepaskan diri dari belenggu berhala yang membuat jiwa kerdil.

Saat itu masyarakat Quraisy berada dalam abad kegelapannya. The Dark Age. Saya rasa mirip dengan ibukota kita kini. Jahiliah namun modern. Masyarakat Quraisy pintar berdagang, pintar mengelola sumber alam, tapi bodoh dalam peradaban. Kota yang rusak. Kejahatan merajalela. Norma-norma tak tentu adanya. Hukum menjadi alat kekuasaan.

Ajaran Muhammad kemudian mengubah hal itu. Islam memberi warna dalam metamorfosis kehidupan masyarakat Mekkah bahkan dunia. L. Stoddart berkata bahwa Muhammad saw menjadi penerang jiwa seluruh bangsanya. Ia membawa ajaran tauhid, bersih dari segala kekhurafatan dan kebatilan. Digairahkannya kembali hati bangsa Arab pada agama. Disatukannya manusia dalam persaudaraan universal. Secara berbondong-bondong, seluruh penjuru mengikutinya, antara pegunungan Pyrenia dan Himalaya, antara padang pasir di tengah Asia hingga ke benua Afrika, menuju Rabbul ‘alamin.

Inilah kemerdekaan. Merdeka dari kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan. Merdeka dari kungkungan penghambaan materiil kepada keesaan Allah. Islam bukanlah agama yang terbatas dalam masjid dan ritual. Sebab Islam adalah agama yang menyeluruh, mengatur hubungan vertikal maupun horizontal, ibadah maupun muamalah. HAR Gibb menyebutkan bahwa Islam sesungguhnya lebih dari satu sistem agama, Islam adalah kebudayaan yang lengkap.

Salah satu ajaran dalam Islam adalah berpuasa di bulan Ramadhan. Kewajiban ini merupakan sarana dari Allah ta’ala untuk memerdekakan diri dari nafsu yang membelenggu. Tiga puluh hari berjuang menahan makan, minum, serta hal-hal yang mengurangi nilai puasa akan meningkatkan derajat kita dalam golongan orang-orang yang bertakwa. Puasa meneguhkan kembali hubungan kita dengan Allah. Puasa akan mengokohkan bashirah (hati nurani) kita. Sebab, kata Ustadz Rahmat Abdullah, hati nurani manusia yang beraroma bumi harus disiram dengan bashirah langit, yakni wahyu Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an.

Di bulan Ramadhan tahun 1945, Indonesia berhasil melepaskan diri dari jerat kolonialisme. Semoga Ramadhan tahun ini membuat kita menjadi manusia merdeka seutuhnya. Merdeka bukanlah berbuat apapun semau kita. Merdeka adalah kebebasan untuk menjalankan syariat-syariat yang telah ditetapkan Allah swt.

“Katakanlah, “Tuhanku menyuruhku berlaku adil. Hadapkanlah wajahmu (kepada Allah) pada setiap shalat, dan sembahlah Dia dengan mengikhlaskan ibadah semata-mata hanya kepada-Nya. Kamu akan dikembalikan kepada-Nya sebagaimana kamu diciptakan semula.”
QS. Al-A’raf: 29

Saturday, July 23, 2011

Nama, Makna, dan Nilai

Names and Meanings
by Ajip Rosidi

You teach nouns to people
And they kill other for meanings

You teach meanings to people
And they kill each other for nouns

Kita, manusia, kadang (atau sering?) alpa dengan tujuan inti penciptaan. Padahal Allah swt telah menegaskan dalam firmannya:

"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Aku hendak menjadikan khalifah di bumi." Mereka berkata, "Apakah Engkau hendak menjadikan mereka orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?" Dia berfirman, "Sungguh Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman, "Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar!"

Mereka menjawab, "Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh Engkaulah yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana."

Dia (Allah) berfirman, "Wahai Adam! Beritahukanlah kepada mereka nama-nama itu!" Setelah dia (Adam) menyebutkan nama-namanya, Dia berfirman, "Bukankah telah Aku katakan padamu bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?"

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada malaikat, "Sujudlah kamu kepada Adam!" Maka mereka pun sujud kecuali iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir."

*QS. Al-Baqarah ayat 30-34*

ps. Rabbana zhalamna anfusana wa inlam taghfirlana wa tarhamna lanakunanna minal khasirin..

Saturday, July 16, 2011

Sunyi

Sunyi Itu Duka
Oleh: Amir Hamzah

Sunyi itu duka
Sunyi itu kudus
Sunyi itu lupa
Sunyi itu lampus


ps. Ketika sunyi menjadi kawan...

Tuesday, June 21, 2011

Haji

Haji secara bahasa artinya bersahaja atau berkeperluan. Perlu yang dimaksud adalah adanya kesengajaan untuk berkunjung ke Baitullah. Ibadah haji merupakan jawaban atas seruan Allah kepada umat manusia yang dilakukan secara sadar dan semata-mata untuk mencari keridhaan Allah ta'ala.

Ada beberapa makna haji, yaitu:
1. Realisasi keimanan dan wujud nyata atas pengakuan dan kepatuhan pada Allah.
2. Meneladani tindakan hamba Allah yang shaleh dan menjadi aktor haji.
3. Sebagai media introspeksi dan pengenalan seseorang terhadap jati dirinya, Tuhannya, dan hubungannya dengan alam.

Tujuan ibadah haji:
1. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah
2. Memperoleh balasan surga
3. Memperluas hubungan dan relasi
4. Menyatukan umat muslim
5. Memperoleh magfirah atas dosa-dosa yang dilakukan

Persiapan yang harus dilakukan:
1. Persiapan fisik/jasmani
2. Persiapan ruhani: ikhlas, sabar, taawun, ramah
3. Mensucikan diri
4. Menguasai manasik haji

Hakikat ihram: kesamaan diri di hadapan Allah
Hakikat talbiyah: menjauhi kemusyrikan
Hakikat sai: lambang perjuangan
Hakikat wukuf: doa, pengakuan, perenungan, dan pengenalan diri

Hal-hal yang dilarang ketika ihram ialah:
1. Memakai pakaian bertangkup/sarung (pria)
2. Memakai sepatu yang menutup mata kaki (pria)
3. Memakai topi/kopiah (pria)
4. Memakai cadar/penutup muka/kaus tangan (wanita)
5. Memakai parfum/wangi-wangian (pria dan wanita)
6. Memotong rambut (pria dan wanita)
7. Berburu
8. Berhubungan suami istri
9. Menikah/meminang
10. Merusak tanaman baik di Mekkah maupun di Madinah
11. Berkata kotor, bohong, berkelahi, dll.

Materi ini didapat dari Ustadz Taufik Rahman, S.Ag di pengajian Johar Baru, Ahad, 29 Mei 2011

Thursday, June 16, 2011

Perempuan Pelita Kehidupan

Dikutip dari Nilai karya Prijanto

Suatu ketika seorang bayi akan dilahirkan ke dunia. Menjelang diturunkan, dia bertanya kepada Tuhan.

Bayi : Para malaikat di sini mengatakan bahwa besok Engkau akan mengirimku ke dunia, tetapi
bagaimana caraku hidup di sana? Aku masih begitu kecil dan lemah.

Tuhan : Aku telah memilih satu malaikat untukmu, ia akan menjagamu dan mengasihimu.

Bayi : Mengapa Engkau mengirimku? Di surga aku bisa bernyanyi dan aku sangat bahagia...

Tuhan : Malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari, dan kamu akan
merasakan kehangatan cintanya dan lebih berbahagia.

Bayi : Dan apa yang dapat kulakukan saat aku ingin berbicara kepada-Mu?

Tuhan : Malaikatmu akan mengajarkan bagaimana kamu berdoa.

Bayi : Aku dengar di bumi banyak orang jahat. Siapa yang akan melindungiku?

Tuhan : Malaikatmu akan melindungimu dengan taruhan jiwanya sekalipun.

Bayi : Tapi aku akan bersedih karena tidak melihat Engkau lagi...

Tuhan : Malaikatmu akan menceritakan kepadamu tentang Aku, dia akan mengajarkan
bagaimana agar kamu bisa kembali kepada-Ku. Walaupun sesungguhnya Aku selalu
berada di sisimu.

Bayi : Tuhan, aku harus pergi sekarang. Ini perintah-Mu. Aku ingin bertanya untuk terakhir
kali. Bisakah Engkau memberitahuku siapa nama malaikatku itu?

Tuhan : Kamu dapat memanggilnya dengan sebutan.... Ibu.

*untuk calon ibu dimanapun kalian berada, terutama teman saya yang terlihat kepayahan namun tetap gembira, semangat! ^.^

Thursday, May 26, 2011

The Secret

Can you consider for just a moment that there are wonderful things ahead for you? Can you put total trust and faith in the Universe and know you are so loved and that everything that happens is all happening for YOU?

Because that is absolutely the case!

ps. Cheerio!

Monday, May 2, 2011

Ricky of The tuft

Ricky of the Tuft became my fave story in 100 Classic Stories book, published by BIP. Enjoy reading, do not forget to find the insights, pals!

Ricky of the Tuft
Charles Perrault


Once upon a time there was a queen who bore a son so ugly and misshapen that for some time it was doubtful if he would have human form at all. But a fairy who was present at his birth promised that he should have plenty of brains, and added that by virtue of the gift which she had just bestowed upon him he would be able to impart to the person whom he should love best the same degree of intelligence which he possessed himself.

This somewhat consoled the poor queen, who was greatly disappointed at having brought into the world such a hideous brat. And indeed, no sooner did the child begin to speak than his sayings proved to be full of shrewdness, while all that he did was somehow so clever that he charmed everyone.

I forgot to mention that when he was born he had a little tuft of hair upon his head. For this reason he was called Ricky of the Tuft, Ricky being his family name.

Some seven or eight years later the queen of a neighboring kingdom gave birth to twin daughters. The first one to come into the world was more beautiful than the dawn, and the queen was so overjoyed that it was feared her great excitement might do her some harm. The same fairy who had assisted at the birth of Ricky of the Tuft was present, and in order to moderate the transports of the queen she declared that this little princess would have no sense at all, and would be as stupid as she was beautiful. The queen was deeply mortified, and a moment or two later her chagrin became greater still, for the second daughter proved to be extremely ugly.

"Do not be distressed, Madam," said the fairy. "Your daughter shall be recompensed in another way. She shall have so much good sense that her lack of beauty will scarcely be noticed."

"May Heaven grant it!" said the queen. "But is there no means by which the elder, who is so beautiful, can be endowed with some intelligence?"

"In the matter of brains I can do nothing for her, Madam," said the fairy, "but as regards beauty I can do a great deal. As there is nothing I would not do to please you, I will bestow upon her the power of making beautiful any person who shall greatly please her."

As the two princesses grew up their perfections increased, and everywhere the beauty of the elder and the wit of the younger were the subject of common talk.

It is equally true that their defects also increased as they became older. The younger grew uglier every minute, and the elder daily became more stupid. Either she answered nothing at all when spoken to, or replied with some idiotic remark. At the same time she was so awkward that she could not set four china vases on the mantelpiece without breaking one of them, nor drink a glass of water without spilling half of it over her clothes.

Now although the elder girl possessed the great advantage which beauty always confers upon youth, she was nevertheless outshone in almost all company by her younger sister. At first everyone gathered round the beauty to see and admire her, but very soon they were all attracted by the graceful and easy conversation of the clever one. In a very short time the elder girl would be left entirely alone, while everybody clustered round her sister.

The elder princess was not so stupid that she was not aware of this, and she would willingly have surrendered all her beauty for half her sister's cleverness. Sometimes she was ready to die of grief for the queen, though a sensible woman, could not refrain from occasionally reproaching her for her stupidity.

The princess had retired one day to a wood to bemoan her misfortune, when she saw approaching her an ugly little man, of very disagreeable appearance, but clad in magnificent attire.

This was the young prince Ricky of the Tuft. He had fallen in love with her portrait, which was everywhere to be seen, and had left his father's kingdom in order to have the pleasure of seeing and talking to her.

Delighted to meet her thus alone, he approached with every mark of respect and politeness. But while he paid her the usual compliments he noticed that she was plunged in melancholy.

"I cannot understand, madam," he said, "how anyone with your beauty can be so sad as you appear. I can boast of having seen many fair ladies, and I declare that none of them could compare in beauty with you."

"It is very kind of you to say so, sir," answered the princess; and stopped there, at a loss what to say further.

"Beauty," said Ricky, "is of such great advantage that everything else can be disregarded; and I do not see that the possessor of it can have anything much to grieve about."

To this the princess replied, "I would rather be as plain as you are and have some sense, than be as beautiful as I am and at the same time stupid."

"Nothing more clearly displays good sense, madam, than a belief that one is not possessed of it. It follows, therefore, that the more one has, the more one fears it to be wanting."

"I am not sure about that," said the princess; "but I know only too well that I am very stupid, and this is the reason of the misery which is nearly killing me."

"If that is all that troubles you, madam, I can easily put an end to your suffering."

"How will you manage that?" said the princess.

"I am able, madam," said Ricky of the Tuft, "to bestow as much good sense as it is possible to possess on the person whom I love the most. You are that person, and it therefore rests with you to decide whether you will acquire so much intelligence. The only condition is that you shall consent to marry me."

The princess was dumfounded, and remained silent.

"I can see," pursued Ricky, "that this suggestion perplexes you, and I am not surprised. But I will give you a whole year to make up your mind to it."

The princess had so little sense, and at the same time desired it so ardently, that she persuaded herself the end of this year would never come. So she accepted the offer which had been made to her. No sooner had she given her word to Ricky that she would marry him within one year from that very day, than she felt a complete change come over her. She found herself able to say all that she wished with the greatest ease, and to say it in an elegant, finished, and natural manner. She at once engaged Ricky in a brilliant and lengthy conversation, holding her own so well that Ricky feared he had given her a larger share of sense than he had retained for himself.

On her return to the palace amazement reigned throughout the court at such a sudden and extraordinary change. Whereas formerly they had been accustomed to hear her give vent to silly, pert remarks, they now heard her express herself sensibly and very wittily.

The entire court was overjoyed. The only person not too pleased was the younger sister, for now that she had no longer the advantage over the elder in wit, she seemed nothing but a little fright in comparison.

The king himself often took her advice, and several times held his councils in her apartment.

The news of this change spread abroad, and the princes of the neighboring kingdoms made many attempts to captivate her. Almost all asked her in marriage. But she found none with enough sense, and so she listened to all without promising herself to any.

At last came one who was so powerful, so rich, so witty, and so handsome, that she could not help being somewhat attracted by him. Her father noticed this, and told her she could make her own choice of a husband. She had only to declare herself. Now the more sense one has, the more difficult it is to make up one's mind in an affair of this kind. After thanking her father, therefore, she asked for a little time to think it over. In order to ponder quietly what she had better do she went to walk in a wood -- the very one, as it happened, where she had encountered Ricky of the Tuft.

While she walked, deep in thought, she heard beneath her feet a thudding sound, as though many people were running busily to and fro. Listening more attentively she heard voices. "Bring me that boiler," said one; then another, "Put some wood on that fire!"

At that moment the ground opened, and she saw below what appeared to be a large kitchen full of cooks and scullions, and all the train of attendants which the preparation of a great banquet involves. A gang of some twenty or thirty spit- turners emerged and took up their positions round a very long table in a path in the wood. They all wore their cook's caps on one side, and with their basting implements in their hands they kept time together as they worked, to the lilt of a melodious song.

The princess was astonished by this spectacle, and asked for whom their work was being done.

"For Prince Ricky of the Tuft, madam," said the foreman of the gang. ''His wedding is tomorrow."

At this the princess was more surprised than ever. In a flash she remembered that it was a year to the very day since she had promised to marry Prince Ricky of the Tuft, and was taken aback by the recollection. The reason she had forgotten was that when she made the promise she was still without sense, and with the acquisition of that intelligence which the prince had bestowed upon her, all memory of her former stupidities had been blotted out.

She had not gone another thirty paces when Ricky of the Tuft appeared before her, gallant and resplendent, like a prince upon his wedding day.

"As you see, madam," he said, "I keep my word to the minute. I do not doubt that you have come to keep yours, and by giving me your hand to make me the happiest of men."

"I will be frank with you," replied the princess. "I have not yet made up my mind on the point, and I am afraid I shall never be able to take the decision you desire."

"You astonish me, madam," said Ricky of the Tuft.

"I can well believe it," said the princess, "and undoubtedly, if I had to deal with a clown, or a man who lacked good sense, I should feel myself very awkwardly situated. 'A princess must keep her word,' he would say, 'and you must marry me because you promised to!' But I am speaking to a man of the world, of the greatest good sense, and I am sure that he will listen to reason. As you are aware, I could not make up my mind to marry you even when I was entirely without sense; how can you expect that today, possessing the intelligence you bestowed on me, which makes me still more difficult to please than formerly, I should take a decision which I could not take then? If you wished so much to marry me, you were very wrong to relieve me of my stupidity, and to let me see more clearly than I did."

"If a man who lacked good sense," replied Ricky of the Tuft, "would be justified, as you have just said, in reproaching you for breaking your word, why do you expect, madam, that I should act differently where the happiness of my whole life is at stake? Is it reasonable that people who have sense should be treated worse than those who have none? Would you maintain that for a moment -- you, who so markedly have sense, and desired so ardently to have it? But, pardon me, let us get to the facts. With the exception of my ugliness, is there anything about me which displeases you? Are you dissatisfied with my breeding, my brains, my disposition, or my manners?"

"In no way," replied the princess. "I like exceedingly all that you have displayed of the qualities you mention."

"In that case," said Ricky of the Tuft, "happiness will be mine, for it lies in your power to make me the most attractive of men."

"How can that be done?" asked the princess.

"It will happen of itself," replied Ricky of the Tuft, "if you love me well enough to wish that it be so. To remove your doubts, madam, let me tell you that the same fairy who on the day of my birth bestowed upon me the power of endowing with intelligence the woman of my choice, gave to you also the power of endowing with beauty the man whom you should love, and on whom you should wish to confer this favor."

"If that is so," said the princess, "I wish with all my heart that you may become the handsomest and most attractive prince in the world, and I give you without reserve the boon which it is mine to bestow."

No sooner had the princess uttered these words than Ricky of the Tuft appeared before her eyes as the handsomest, most graceful and attractive man that she had ever set eyes on.

Some people assert that this was not the work of fairy enchantment, but that love alone brought about the transformation. They say that the princess, as she mused upon her lover's constancy, upon his good sense, and his many admirable qualities of heart and head, grew blind to the deformity of his body and the ugliness of his face; that his humpback seemed no more than was natural in a man who could make the courtliest of bows, and that the dreadful limp which had formerly distressed her now betokened nothing more than a certain diffidence and charming deference of manner. They say further that she found his eyes shine all the brighter for their squint, and that this defect in them was to her but a sign of passionate love; while his great red nose she found naught but martial and heroic.

However that may be, the princess promised to marry him on the spot, provided only that he could obtain the consent of her royal father.

The king knew Ricky of the Tuft to be a prince both wise and witty, and on learning of his daughter's regard for him, he accepted him with pleasure as a son-in-law.

The wedding took place upon the morrow, just as Ricky of the Tuft had foreseen, and in accordance with the arrangements he had long ago put in train.

Nature oft, with open arms,
Lavishes a thousand charms;
But it is not these that bring
True love's truest offering.
'Tis some quality that lies
All unseen to other eyes --
Something in the heart or mind.


ps. My question is how? How can we see someone straightly to his/her heart? Neither his/her fake appearance nor delusory manner.