Sunday, August 25, 2013

Kebahagiaan Hidup

Hari ini, aku memutuskan untuk mengikuti kembali pengajian yang sudah lama tidak kudatangi. Selain karena rindu dengan orang-orang yang ada di sana, aku merasa sudah lama sumur ilmuku tidak terisi air yang baru. Kali ini pengajian diisi oleh Ustadz Latief Nurdin dengan tema "Kebahagiaan Hidup".

Bahagia, kata salah satu pendiri bimbingan haji Persis ini, sangat sederhana. Banyak orang beranggapan bahwa bahagia adalah kesuksesan di dunia. Tapi kebahagiaan hakiki sebenarnya adalah bahagia di dunia dan di akhirat. Sebab, buat apa bahagia di dunia namun ketika hidup di dunia telah berakhir ia merasa sengsara di akhirat?

Orang-orang mungkin beranggapan bahwa bahagia identik dengan kemewahan. Mobil mewah, rumah mewah, dan harta berlimpah. Namun apa benar itu yang disebut bahagia? Beberapa orang hidup dengan sederhana. Rumah sederhana. Hidup sederhana. Tapi sesungguhnya dia bahagia dengan kehidupannya.

Allah swt menjelaskan bahagia alam Al-Qur'an surat At-Thur ayat 21, "Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami peretemukan dengan anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tidak mengurangi sedikit pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya".

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa bahagia adalah memiliki pasangan hidup yang sholeh/sholehah, anak-anak serta keturunan yang sholeh dan sholehah, serta berkumpul bersama-sama di surga.

Rasulullah saw membagi kebahagiaan dalam empat bentuk. Kebahagiaan itu adalah :

1. Memiliki istri yang sholehah/suami yang sholeh
Rasulullah saw bersabda bahwa dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah istri yang sholehah. Seperti apa istri sholehah? Kriteria utama dari seorang istri sholehah adalah taat. Ia taat pada Allah, pada rasul-Nya, pada suaminya. Ia tidak hanya sejuk dipandang mata namun juga dapat menjaga kehormatan dirinya maupun suaminya. Lalu, bolehkah seorang istri menuntut kehidupan yang lebih baik kepada suaminya? Tentu saja boleh. Seorang wanita boleh menginginkan kehidupan yang lebih baik. 

Dulu sekali, 14 abad yang lalu, hal ini pernah terjadi dalam rumah tangga Rasulullah. Seperti yang kita ketahui, Nabi Muhammad saw adalah seorang yang sangat sederhana. Saking sederhananya, ia tidur beralaskan tikar sehingga ketika bangun bekas-bekas tikar masih tergurat di wajahnya. Ia pernah kehabisan bahan makanan di rumahnya sehingga berpuasa di hari itu. Beberapa istrinya kemudian meminta agar Rasulullah saw menaikkan tingkat kesejahteraan mereka. Apa susahnya bagi Rasul untuk meminta kesejahteraan pada Allah yang Maha Memberi? Apalagi, beberapa sahabat Rasul seperti Abdurrahman bin Auf atau Utsman bin Affan merupakan saudagar kaya yang taat pada Allah. Nabi saw pun diam menanggapi permintaan istri-istrinya. Kemudian Allah swt menurunkan ayat dan mengabadikan kisah ini dalam Qur'an surat Al-Ahzab ayat 28-29.

"Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, "Jika kamu menginginkan kehidupan di dunia dan perhiasannya, maka kemarilah agar kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik." Dan jika kamu menginginkan Allah dan rasul-Nya dan negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan pahala yang besar bagi siapa yang berbuat baik di antara kamu."

Pak Ustadz Latief kemudian menanyakan kepada para ibu mengenai opsi yang disuguhkan Allah swt jika itu terjadi kepada ibu-ibu. Tentu saja ibu-ibu kompak menjawab opsi kedua. Aku pun begitu. Perempuan mukmin manapun rasanya akan sangat rela menukar seluruh kebahagiaan dunia dibanding harus berpisah dari Rasulullah saw, manusia berakhlak mulia sepanjang masa. Begitupun dengan istri-istri Rasul saw. Mereka adalah mukminat taat. Tidak ada lagi satupun permintaan untuk menaikkan taraf kesejahteraan kepada Rasulullah saw. Allah dan Rasul-Nya memang lebih baik dari apapun. Rabbi.. Masukkan aku ke dalam golongan wanita sholehah, aamiin..

2. Memiliki keturunan yang sholeh dan sholehah
Mendidik anak di zaman sekarang ini butuh kekuatan ekstra. Kecanggihan teknologi dan alat komunikasi membuat siapapun dapat mengakses dunia informasi. Karena itulah, beberapa orang tua mencoba menjaga akidah anak-anak mereka dengan memasukkannya ke sekolah yang memiliki pendidikan agama yang lebih baik, pesantren misalnya. Tapi apakah dengan menyekolahkan anak-anak mereka di pesantren otomatis anak-anak mereka akan berakhlak baik? Belum tentu, kata Pak Ustadz Latief. Jadi memang dibutuhkan kesabaran dalam mendidik anak-anak. Jangan pula dilupakan bahwa sikap anak-anak kita adalah sikap kita terhadap orang tua kita dahulu. Jika kita ingin anak-anak kita menghormati kita, hormatlah kepada kedua orang tua kita.
 
3. Dikelilingi oleh sahabat-sahabat yang baik
Sahabat yang baik akan menolong kita dan meneguhkan kita di jalan Allah. Carilah sahabat yang baik yang menunjukkan kita jalan ke surga.

4. Mendapatkan rizki dari hasil usaha di negerinya sendiri
Pak Ustadz Latief memberikan ilustrasi berupa kisah temannya yang sangat menarik. Tadinya kawannya ini bekerja di luar negeri. Gajinya sangat tinggi. Namun, hatinya merasa tidak puas. Seperti merasa ada yang kurang. Kemudian kawan pak ustadz ini beralih dengan bekerja di negeri sendiri. Meski gajinya tidak sebesar di luar negeri, ia merasa puas. Ia bahagia. Setelah pensiun ia tetap meneruskan perjuangannya di jalan Allah dengan mendirikan masjid dan aktif di dalamnya. Subhanallah, indah sekali kisahnya. Semoga aku menjadi bagian dari wanita yang senantiasa berjuang di jalan Allah seperti Khadijah istri tercinta Rasulullah saw.

ps. Ibu yang biasa menyuguhkan makanan saat kaki hendak melangkah masuk ke dalam ruang pengajian telah tiada. Semoga Allah swt mengampuni dosanya dan menerima seluruh amal-amalnya.

No comments: