Saturday, February 13, 2010

Penyebab Kekufuran Manusia Sehingga Meninggalkan Agamanya

Salah satu penyebab kekufuran adalah ghuluw atau berlebih-lebihan dalam agama. Ghuluw berarti berlebihan dalam mengagungkan sesuatu baik perkataan maupun perbuatan. Menurut Ustad Arfie N. Abu Fatheyn, S.S sebagai pemateri dalam ceramah yang disampaikan pagi tadi Ghuluw bermaksud mengangkat derajat makhluk melebihi kedudukannya yang telah Allah swt tetapkan kepadanya.

Allah swt berfirman dalam Qur'an Surat An-Nisa ayat 171:
"Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar...

Atau dalam Surat Nuh ayat 23-24:
"Dan mereka berkata, "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq, dan nasr. Dan sesudahnya mereka menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kesesatan."

Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, "...adapun Wudd dimiliki oleh kabilah Kalb di Daumatu al-Jandal. Suwa' dimiliki oleh kabilah Huzail. Yaghuts dimiliki oleh kabilah Murad, kemudian dimiliki oleh Bani Guthaif di Jurf Saba'. Adapun Ya'uq dimiliki oleh kabilah Hamdan. Sementara Nasr dimiliki oleh kabilah Himyar dari suku Dzu al-Kala'. Ini adalah nama orang-orang shalih dari kaum Nabi Nuh. Tatkala mereka meninggal, setan membisikkan kepada kaum mereka, "Dirikanlah patung-patung pada tempat yang pernah diadakan pertemuan di sana oleh mereka." Dan mereka menamainya dengan nama-nama mereka, namun patung-patung tersebut belum disembah. Sehingga, ketika setelah orang-orang yang mendirikan patung tersebut meninggal dan ilmu agama dilupakan orang, barulah patung itu disembah.
[Hadits riwayat Bukhari]

"Asal syirik pada bani Adam adalah menyekutukan (Allah) dengan orang-orang shalih yang diagungkan. Sesungguhnya ketika orang-orang shalih itu wafat, manusia beriktikaf pada kuburan-kuburan mereka lalu menggambar rupa-rupa mereka selanjutnya mereka menyembahnya. Maka ini adalah syirik pertama yang terjadi pada manusia, yaitu pada kaum Nabi Nuh. Sesungguhnya (Nuh) adalah rasul pertama yang diutus untuk penduduk bumi. Ia (Nuh) menyeru manusia kepada tauhid dan melarang manusia dari syirik. Sebagaimana firman Allah swt "Ini adalah nama orang-orang shalih dari kaum Nabi Nuh. Ketika mereka wafat, orang-orang membuat patung atas rupa mereka."
[Majmu' Fatwa Ibnu Taymiyyah]

Ibnu Qayyim pernah berkata bahwa syetan terus-menerus membisikkan kepada para penyembah kuburan bahwa mendirikan sebuah bangunan dan berdiam pada kuburan para nabi dan orang-orang shalih berarti mencintai mereka, dan bahwa tempat itu merupakan tempat yang mustajab. Kemudian dari tingkat kepercayaan itu syetan mengalihkan mereka menuju berdoa kepada Allah nelalui perantara orang-orang shalih yang dikubur padanya dan bersumpah demi dia (orang shalih atau nabi) agar Allah mengabulkan doanya.

Setelah kepercayaan itu semakin mantap di hati mereka, menurut ustad yang sekaligus sebagai Sekretaris PW Pemuda Persis DKI Jakarta ini, syetan kemudian membujuk manusia agar memanjatkan doa dan menyembah kepada orang shalih yang dikubur serta memohon syafaat darinya serta menjadikan kuburannya sebagai berhala dengan diterangi lampu, diselimuti kain, bertawaf padanya, diusap, disentuh, dicium, bahkan berhaji dan disembelih kurban padanya.

Ketika keyakinan semakin teguh, syetan mengalihkan lagi dengan mengajak manusia untuk menyembah kuburan tersebut serta menjadikannya sebagai tempat perayaan dan upacara ibadah. Ketika keyakinan itu semakin terpatri dalam hati manusia, syetan kembali mengalihkan pandangan mereka dengan membisikkan bahwa orang yang melarang perbuatan-perbuatan dan kepercayaan tersebut berarti telah merendahkan orang-orang yang memiliki derajat tinggi dan menjatuhkan mereka.

Allah berfirman dalam surat Az-Zumar ayat 45:
"Dan apabila hanya nama Allah saja disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat. dan apabila nama sembahan-sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati"

Umar ra berkata, Rasulullah saw bersabda, "Janganlah kalian berlebihan dalam memujiku sebagaimana orang-orang nasrani berlebihan dalam memuji Isa bin Maryam."
[Hadits riwayat Bukhari-Muslim]

Bertawassul atau meminta doa melalui perantara sebenarnya dibolehkan tetapi melalui orang yang masih hidup bukan melalui orang yang sudah meninggal. Ustad Arfie mengambil contoh dari kehidupan di masa Khalifah Umar Ibnul Khattab ra. Ketika masa paceklik menghampiri, Umar meminta Ibnu Abbas, pama Rasulullah saw yang terkenal akan kesalihannya, untuk berdoa kepada Rasulullah agar hujan turun ke bumi.

See? Umar meminta kepada Ibnu Abbas, bukan meminta kepada Rasulullah. Padahal, Umar pasti tahu letak jenazah Rasulullah dikuburkan. Ini menandakan bahwa bertawassul hanya boleh dilakukan melalui orang shalih yang masih hidup dan amal-amal shalih (coba baca hadits tentang tiga orang yang terjebak di gua dan keluar setelah mereka memohon kepada Allah melalui amal-amal shalih mereka).

Perilaku mengkultuskan orang shaleh, kata Ustadz yang juga menjadi pengajar di Pesantren Persis 69 ini harus dijauhi. Bukhari Muslim meriwayatkan hadits, bahwa Rasulullah saw bersabda bahwa jika ada orang shaleh wafat, kemudian dibangun masjid pada kuburan mereka, lalu menggambar wajah-wajah mereka. Itulah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah pada hari kiamat.

Sebenarnya setiap orang dapat menjadi wali Allah di bumi, caranya pun sangat mudah, laksanakan yang fardhu, tunaikan yang sunnah.

Lalu, bagaimana bentuk pengagungan terhadap orang shalih? Tempatkan mereka dalam bentuk kewajaran, tidak berlebihan. Bentuk manifestasi akan kecintaan terhadap seseorang adalah dengan patuh tunduk dan taat. Jika kita mencintai Rasulullah maka hendaknya kita patuh pada perintahnya bukan dengan melakukan hal yang berlebih-lebihan.

Pertanyaan:
Bagaimana halnya dengan ziarah ke kuburan orang tua ketika menjelang Idul Fitri, Ramadhan, atau ingin menikahkan anak?

Jawaban:
Tidak bisa karena bertawassul dengan orang yang sudah meninggal tidak diajarkan.

Pertanyaan:
Bagaimana halnya dengan berobat melalui ustad seperti banyak dilakukan pengobatan alternatif kini?

Jawaban:
Bila masih syar'i dipertanyakan, tapi bila ada syarat-syarat tertentu maka lebih baik ditinggalkan

Pertanyaan:
Bagaimana bila kita sudah memberi tahu orang-orang akan hal ini namun ia tetap berperilaku seperti itu?

Jawaban:
Kita sepakat untuk tidak sepakat, bahwa kita sudah menyampaikan, dan sisanya adalah hidayah Allah.

ps. Sebenarnya aku penasaran sekali, bolehkah kita berobat melalui jin? Tapi tak ada syarat atau keganjilan apapun? Bagaimana ya?

No comments: