Saturday, February 19, 2011

Berpaling ke Kota Nyaman Huni

oleh: Eko Budiharjo

Kota Jakarta dewasa ini sulit disebut sebagai kota nyaman huni atau livable city. Semrawut, sumpek, macet, banjir. Kriminalitas meningkat, kohesi sosial meluntur, kualitas pelayanan umum menurun. Pada 1970-an julukan the longest car park in the world disandang Kota Bangkok, di awal milenium ketiga ini predikat tersebut sudah beralih ke Jakarta. Hingga muncul wacana pemindahan ibu kota negara dan pusat pemerintahan Republik Indonesia keluar Jakarta, yang melibatkan para ahli, hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun ikut angkat bicara.

Terlepas dari gegap gempita perlu tidaknya pindah Ibu Kota, saya pikir yang tidak kalah penting adalah menggalakkan upaya menciptakan kota nyaman huni di berbagai pelosok Tanah Air, terutama kota menengah atau secondary cities. Pusat perhatian bukan lagi pada megacity atau megapolis seperti New York, London, atau Los Angeles-sering diledek menjadi The Lost Angels. Contoh kota nyaman huni adalah yang menengah seperti Barcelona (Spanyol), Curitiba (Brasil), atau Portland (Amerika Serikat).

Pertumbuhan kota dirajut sedikit demi sedikit dengan melibatkan segenap lapisan masyarakat agar ikut aktif dalam keseluruhan proses pengelolaan kota. Wali kota bertindak sebagai koreografer dalam membangun kota, berlandaskan prinsip inclusive culture yang demokratis. Tampak sekali ada perubahan paradigma perencanaan kota dari yang berorientasi pada produk akhir cetak biru dengan kaidah predict and provide menjadi berorientasi pada proses berkesinambungan dengan kaidah debate and decide (Global Cities of 2010, "Metropolis", Oktober 2010). Di kalangan militer dikenal pepatah petitih arif, "Perang terlalu penting diserahkan kepada seorang jenderal", maka "Kota terlalu penting diserahkan kepada seorang wali kota".

Menarik disimak pengalaman Solo. Wali kotanya cukup visioner, mencanangkan Solo sebagai Eco Cultural City. Dalam penerjemahannya, dia tidak bergerak sendirian tapi mengajak serta para ilmuwan, seniman, budayawan, arsitek, planolog, dan lain-lain. Berbagai sayembara perancangan pun diselenggarakan demi memperoleh karya kreatif dan inovatif. Penanganan pedagang kaki lima dan pasar tradisional dilakukan secara amat humanis, sesuai dengan kearifan lokal nguwongke uwong alias memanusiakan manusia.
Sudah saatnya pola pembangunan kota nyaman huni digaungkan dan digairahkan. Segenap warga, baik di kota maupun di desa, diharapkan akan merasa betah di tempatnya masing masing, tidak tergoda beramai ramai menyerbu Jakarta.

Gerakan semacam ini sedang berlangsung di berbagai belahan dunia, yang disebut sebagai new urbanism, atau edge cities. Yang paling mutakhir dipelopori Patricia Martin dalam bukunya, Renaissance Generation (2007), dikumandangkan dengan predikat "Urban Renaissance". Ada tujuh tolok ukur menuju kota renaisans nyaman huni.

Pertama, infrastruktur intelektual, melibatkan para ilmuwan kampus di kota yang bersangkutan untuk ikut memecahkan masalah perkotaan. Kedua, catalytic people, yang memiliki kemampuan melaksanakan rencana secara profesional, terutama dari kalangan dunia usaha.

Ketiga, kepadatan (density) khususnya pada pusat kota, yang mesti dioptimalkan melalui intensifikasi tata guna lahan. Keempat, sistem sirkulasi dan transportasi dengan jaringan transportasi umum sebagai primadona. Kelima, gerakan hijau dan penghematan energi melalui penyediaan taman, lapangan olahraga, penghutanan kota.

Keenam, keterjangkauan dan kesetaraan akses terhadap aset perkotaan dilandasi prinsip inclusive culture, guna menciptakan kohesi sosial. Ketujuh, civitas yang menekankan pentingnya jejaring guyub antara aparat pemerintah dan warga. Ibarat payudara dengan dada, menciptakan lingkungan yang indah dan menumbuhkan rasa bangga di hati warga kota.

)*Guru besar arsitektur dan perkotaan Universitas Diponegoro, anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia.

(Sumber: Majalah TEMPO, 03 Januari 2011)

ps. Ratu dari Timur, kamu harus semangat! :)

2 comments:

akbar_brdc said...

Halo salam kenal ..
bagus deh blognya ..
btw suka nulis artikel tentang Bandung ga ?
klo suka, share artikel or tulis di Citizen Journalism web kita yah ..
Oiya, jangan lupa follow (@BandungReview) dan like facebook fans page bandungreview.com juga yah!
Thx

Iftirar said...

halo juga akbar_brdc!

terima kasih sudah berkunjung dan comment disini :)
iyaaa.. suka sekali!
kalau saya ingin kirim artikel tentang Bandung bisa dikirim kemana ya? Hatur nuhun...