Saturday, September 4, 2010

Tausiyah Ramadhan (Hari XXV)

Sepuluh menit lalu saya menonton film Departures. Film drama Jepang yang bercerita tentang Daigo, seorang pemain cello yang terpaksa menjadi pengurus mayat karena orkestra tempatnya bekerja dibubarkan.

Film yang amat menggugah. Selain melihat budaya dan tradisi masyarakat Jepang dalam memaknai kematian, kita disuguhi berbagai filosofi yang menyadarkan kita tentang esensi kehidupan. Kematian bagi masyarakat Jepang adalah transisi ke dunia lain. Departure. Keberangkatan. Karenanya, pengurusan kematian seseorang harus dilakukan dengan sangat tenang dan hati-hati.

Berbeda dengan ajaran agama Islam yang memuliakan seseorang yang memandikan jenazah, di Jepang, mengurus mayat merupakan pekerjaan yang sangat rendah. Bukan karena gaji tapi mayat diidentifikasikan dengan sesuatu yang kotor atau jijik. Karenanya, banyak keluarga yang memandikan jenazah melalui jasa pengurusan mayat. Dalam film diceritakan, bahkan istri Daigo berpisah sementara dengan Daigo ketika mengetahui pekerjaan suaminya adalah mengurus jenazah.

Film yang disutradarai Yojiro Takita ini menggelitik hati saya. Kematian itu begitu dekat, bahkan sangat dekat seperti kehidupan itu sendiri. Jika kita mempersiapkan segalanya untuk hidup, mengapa kita juga tak mempersiapkan yang terbaik untuk mati?

"Life: a cycle. A series of events, meetings, and departures. Friends discovered, others lost. Precious time, wastes away. Big droplet tears are shed for yesterday, but are dried in time for tomorrow, until all that remain are foggy, broken memories of a happy yesteryear.”
-Daniella Gallo-

No comments: