Saturday, July 19, 2014

Tausiyah Ramadhan 1435 H - Hari 21

Bekerja, Maka Keajaiban

Oleh : Salim A Fillah
 
Iman itu terkadang menggelisahkan.

Atau setidaknya menghajatkan ketenangan yang mengguyuri hati dengan terkuaknya keajaiban. Mungkin itu yang dirasakan Ibrahim ketika dia meminta kepada Rabbnya untuk ditunjukkan bagaimana yang mati dihidupkan. Maka saat Rabbnya bertanya, “Belum yakinkah engkau akan kuasa-Ku?”, dia menjawab sepenuh hati, “Aku yakin. Hanya saja agar hati ini menjadi tenteram.”

Tetapi keajaiban itu tak serta merta datang di hadapannya. Meski Allah bisa saja menunjukkan kuasa-Nya dalam satu kata “Kun!”, kita tahu, bukan itu yang terjadi. Ibrahim harus bersipayah untuk menangkap lalu mencincang empat ekor burung. Lalu disusurnya jajaran bukit-bukit dengan lembah curam untuk meletakkan masing-masing cincangan. Baru dia bisa memanggilnya. Dan burung-burung itu mendatanginya segera.

Di sinilah rupanya keajaiban itu. Setelah kerja yang menguras tenaga.

Tetapi apakah selalu kerja-kerja kita yang akan ditaburi keajaiban?

Hajar dan bayinya telah ditinggalkan oleh Ibrahim di lembah itu. Sunyi kini menyergap kegersangan yang membakar. Yang ada hanya pasir dan cadas yang membara. Tak ada pepohonan tempat bernaung. Tak terlihat air untuk menyambung hidup. Tak tampak insan untuk berbagi kesah. Kecuali bayi itu. Isma’il. Dia kini mulai menangis begitu keras karena lapar dan kehausan.

Maka Hajar pun berlari, mencoba mengais jejak air untuk menjawab tangis putera semata wayangnya. Ada dua bukit di sana. Dan dari ujung ke ujung coba ditelisiknya dengan seksama. Tak ada. Sama sekali tak ada tanda. Tapi dia terus mencari. Berlari. Bolak-balik tujuh kali. Mungkin dia tahu, tak pernah ada air di situ. Mungkin dia hanya ingin menunjukkan kesungguhannya pada Allah. Sebagaimana telah ia yakinkan sang suami, “Jika ini perintah Allah, Dia takkan pernah menyia-nyiakan kami!”

Maka kejaiban itu memancar. Zam zam! Bukan. Bukan dari jalan yang dia susuri atau jejak-jejak yang dia torehkan di antara Shafa dan Marwa. Air itu muncul justru dari kaki Isma’il yang bayi. Yang menangis. Yang haus. Yang menjejak-jejak. Dan Hajar pun takjub. Begitulah keajaiban datang. Terkadang tak terletak dalam ikhtiar-ikhtiar kita.

Mari belajar pada Hajar bahwa makna kerja keras itu adalah menunjukkan kesungguhan kita kepada Allah. Mari bekerja keras seperti Hajar dengan gigih, dengan yakin. Bahwa Dia tak pernah menyia-nyiakan iman dan amal kita. Lalu biarkan keajaiban itu datang dari jalan yang tak kita sangka atas kehendak-Nya yang Maha Kuasa. Dan biarkan keajaiban itu menenangkan hati ini dari arah manapun Dia kehendaki.

Bekerja saja. Maka keajaiban akan menyapa dari arah tak terduga.

No comments: